Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Romantika Religius oleh Alvin Shul Vatrick

Romantika Religius oleh Alvin Shul Vatrick

ROMANTIKA RELIGIUS YS SUNARYO
: DALAM PUISI REMBULAN DI WAJAH AGATHA
Oleh: Alvin Shul Vatrick


#KAWACA.COM  - Puisi melebur beberapa hal yang berkaitan dengan bahasa, emosi, makna, dan imaji. Pun sudah tentu diawali dengan pengamatan dan ide sang penulis. Sebagaimana deret puisi-puisi karismatik karya YS Sunaryo.

Bahasa, dengan susunan kata (sintaksis) yang tidak menyulitkan pembaca menyelami kedalaman makna. YS Sunaryo begitu menyadari bahwa bahasa adalah media komunikasi, sehakikatnya manusia sebagai makhluk sosial. Bahasa sangat penting dalam proses pembuatan sebuah karya puisi. Ia menyulap bahasa biasa menjadi luar biasa. Jika pembaca menemukan diksi yang tak biasa, mungkin di sanalah YS Sunaryo menyimpan misteri dari puisinya, dan itu bukan gramatika sinkronis.

Emosi, pun aspek yang berperan dalam puisi. YS Sunaryo mendekap aneka bentuk emosi yang tak lain adalah perasaan sebagai landasan memaparkan ide-ide hasil dari pengamatannya, kemudian menjelma baris kata di ujung pena. Temuilah keharuan, kebahagiaan, keprihatinan, kebimbangan, serta aneka rasa dari jiwa YS Sunaryo dalam puisi-puisinya.

Makna, sudah barang tentu dalam pembuatan puisi dilandasi proses pencarian makna untuk dititipkan dalam larik-larik pada baitnya. Kandungan makna (semantik) puisi-puisi YS Sunaryo banyak menyimpan pesan-pesan religius, nasionalis, sosialistis.

Imaji, pun adalah unsur dasar puisi. Merupakan bayangan tentang sesuatu (citraan) atau pengandai ketika puisi dicipta. Bayangan atau gambaran yang menjadi kata dalam puisi YS Sunaryo mampu membuat pembaca menemu pengalaman, dan atau mendapat gagasan (ide) baru setelah menyaksikan sensasi yang diimplikasi oleh ragam bayangan/gambaran (imaji) dalam pengungkapan makna konotatif sebuah karya puisi.

Rembulan di Wajah Agatha
Karya: YS Sunaryo

Aku melihat tiga belas rembulan di matamu
Hingga wajah ayumu kian kemayu
Menatap rindu enggan berlalu
Setelah kutumpah segala kaumau

Cukup sewindu saja miliki aku
Karena jasad ini tak memiliki cadangan waktu
Kecuali engkau sabar menunggu
Kelak di lain alam kita bermadu syahdu

Altar dan sajadah telah terhampar
Silakan bersemedi di sukmaku yang berdebar-debar
Hingga engkau tahu memilikimu tiada menyesal
Karena cinta mengerti sampai kapan mesti kekal

Bandung, 14 Juli 2017

Pada judul /Rembulan di Wajah Agatha/ tersirat sebuah bentuk pujian pengarang kepada sosok pujaannya. Rembulan diperlambang sebagai bentuk keindahan, dengan proses imaji yang berupaya melukiskan keelokan rupa yang dipujanya seindah mungkin.

Pengungkapan emosi dan imaji dapat kita rasakan pada karya ini. Bagaimana YS Sunaryo berusaha menggambarkan keadaan batinnya saat dilanda luapan emosi (asmara) yang menjadi ide/gagasan pada setiap bait dari puisi Rembulan di Wajah Agatha. Keindahannya pun ditopang oleh perpaduan ragam gaya bahasa (majas) yang digunakan. Di larik pertama bait pertama YS Sunaryo sudah mengawalinya dengan sebuah kejutan.

Aku melihat tiga belas rembulan di matamu
Hingga wajah ayumu kian kemayu
Menatap rindu enggan berlalu
Setelah kutumpah segala kaumau

/Aku melihat tiga belas rembulan di matamu/ figurative language yang cantik! Mengapa ditulisnya tiga belas? Sebuah misteri dititipkan di sana! Bilangan tiga belas adalah sakral, maka kesakralan tersebut digunakannya untuk mengungkapkan sebuah bentuk kekaguman. Pada percobaan tafsiran lain, tiga belas rembulan merupakan hiperbola. Membicarakan perihal rembulan (bulan) akan menuntun kepada kesempurnaan indahnya yang terletak pada purnama, dan purnama hadir dua belas kali dalam perputaran tahun. YS Sunaryo melebih-lebihkannya menjadi tiga belas demi menegaskan keindahan yang ia saksikan (abstrak) guna mencapai keromantisan. Berlanjut dengan penegasan pada larik berikutnya yang mendukung sehingga muncul perkuatan gaya bahasa. /Hingga wajah ayumu kian kemayu/Menatap rindu enggan berlalu/Setelah kutumpah segala kaumau/ larik-larik yang mendukung perkuatan dari figura tiga belas rembulan pada larik sebelumnya, meski dengan bahasa lugas. Namun, estetika tetap terbangun. Diperelok lagi dengan versifikasi bunyi pada rima akhir.

Cukup sewindu saja miliki aku
Karena jasad ini tak memiliki cadangan waktu
Kecuali engkau sabar menunggu
Kelak di lain alam kita bermadu syahdu

/Cukup sewindu saja miliki aku/ di awal bait ke dua, windu adalah masa yang cukup lama. Lalu mengapa didahului dengan kata cukup? Sebuah permainan majas, tenggang waktu sewindu tidak membuatnya merasa lama. Ia masih ingin berlama-lama. /Karena jasad ini tak memiliki cadangan waktu/ disadarinya bahwa semua akan berakhir, tak ada yang abadi. /Kecuali engkau sabar menunggu/ akan tetapi, demikian besar kecintaannya sehingga masih menyimpan harapan. /Kelak di lain alam kita bermadu syahdu/ bahwa ketika raga tak lagi mampu bersama, jiwa masih mungkin untuk bertemu. Penyisipan aroma religius muncul di bait kedua, dengan sebuah kesadaran bahwa hakikat kehidupan dunia terikat oleh usia. Namun, harapannya tidak pupus begitu saja. Harapan-harapan itu disimpannya ke dalam masa yang berbeda. Batin religius YS Sunaryo menyadarkannya bahwa setiap kejadian memiliki masanya masing-masing. Pesan religius sukses ia sisipkan meski keseluruhan puisi ini melukiskan hal asmara. Di sini kita bisa merasakan ekspresi (perasaan) YS Sunaryo dalam puisinya. Ekspresi itu dapat berupa kerinduan, kegelisahan, atau pengagungan kepada kekasih, kepada alam, atau Sang Khalik.

Altar dan sajadah telah terhampar
Silakan bersemedi di sukmaku yang berdebar-debar
Hingga engkau tahu memilikimu tiada menyesal
Karena cinta mengerti sampai kapan mesti kekal

/Altar dan sajadah telah terhampar/Silakan bersemedi di sukmaku yang berdebar-debar/Hingga engkau tahu memilikimu tiada menyesal/Karena cinta mengerti sampai kapan mesti kekal/ pada bait terakhir ini YS Sunaryo menyampaikan keikhlasan yang menjadi sebuah kekuatan batin cinta, hingga tetap menjaga kebersamaan/kecintaan terhadap pujaannya meski ia tahu kekekalan/keabadian hanya milik-Nya, Sang Mahacinta Yang Esa. Sungguh deret larik menjadi bait penutup yang meninggalkan torehan romantis religius.

YS Sunaryo mengarang puisi dengan memerhatikan gaya bahasa atau majas, menghasilkan puisi yang kaya makna, di mana satu puisi bisa menghasilkan tafsir yang berbeda. Ketika berhasil membuat puisi yang kaya makna, tanda bahwa pengarang berhasil membuat puisi yang sesungguhnya. Pada dasarnya puisi mengajak pembaca untuk ikut menafsir bukan mengajaknya untuk mengikuti tafsir sang pengarang puisi. Olehnya itu, puisi adalah multi tafsir. Sebagaimana pada puisi Rembulan di Wajah Agatha terlihat konsistensi spesifikasi YS Sunaryo mengolaborasi jiwa cinta dan jiwa religi melebur indah dalam satu raga puisi

Percobaan di atas merupakan bentuk apresiasi dari saya yang adalah proses kesengajaan pendekatan dan pengamatan untuk memahami serta memberi tanggapan terhadap karya cipta sastra puisi dengan serius hingga lahir pengertian, penghargaan, pikiran memaknai, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra puisi. Maka, bukan sebuah pernyataan mengada-ada jika sebelumnya saya menyebut puisi-puisi YS Sunaryo adalah karya karismatik!

Salam sastra puisi, semoga memberi manfaat!

Luwu, 6 Desember 2017


Alvin Shul Vatrick. Penulis puisi dan novel kelahiran Luwu Sulawesi Selatan 18 Oktober 1977. Karya-karyanya tersiar di beberapa media cetak dan online. Telah menerbitkan beberapa buku antologi puisi, judul buku solo terakhir “Sepisau Rindu (FAM Publishing, 2017)”.
Alamat surel: asvlooser@gmail.com
No. Telepon, (WA): 085 242 000 777

Faccebook: www.facebook.com/ASV.Puisisendu



Baca Juga:
Buku: Sepisau Rindu – Alvin Sul Vatrick
Puisi-puisi Alvin Shul Vatrick

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.