Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Membaca Seperti Kupu-Kupu di dalam Buku

Membaca Seperti Kupu-Kupu di dalam Buku

Oleh: Yeni Sulistiyani

#KAWACA.COM ~ Membaca sebuah puisi berjudul Kupu-Kupu di Dalam Buku karya Taufiq Ismail terasa begitu menyentuh rasa idealisme saya. Keadaan ideal yang menjadi cita-cita yang diungkapkan Taufiq Ismail tentang budaya membaca tertuang begitu sederhana namun bermakna mendalam dalam puisi tersebut. Hal ini, turut pula membuat saya larut dan masgul ke dalam kata-kata dari tiap-tiap larik puisi tersebut.  Puisi Kupu-Kupu di Dalam Buku menggambarkan adanya imajinasi akan pentingnya tradisi membaca bagi anak bangsa.

Membaca adalah satu tindakan komunikasi, yaitu satu proses berfikir yang melibatkan ide, kenyataan, dan perasaan yang disampaikan oleh penulis kepada pembaca melalui perantara lambang-lambang bahasa (Aziz. Siti Hajar Abdul, 2009:143). Definisi lain tentang membaca adalah suatu proses pembentukan dan pemberian makna menerusi interaksi antara pembaca dengan bahan yang dibaca ataupun proses membina jembatan antara bahan yang dibaca dengan pengalaman latar si pembaca (Anderson dan Pearson, 1984). Membaca juga suatu proses yang dilakukan serta digunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang disampaikan penulis melalui media bahasa tulis (Tarigan, 1984:7). Membaca adalah suatu kegiatan atau cara dalam mengupayakan pembinaan daya nalar (Tampubolon, 1987:6). Melalui kegiatan membaca, seseorang secara tidak langsung sudah mengumpulkan kata demi kata dalam mengaitkan maksud dan arah bacaannya yang pada akhirnya pembaca dapat menyimpulkan suatu hal dengan nalar yang dimilikinya.

Berkaitan dengan berbagai macam definisi membaca tersebut dapatlah disimpulkan bahwa membaca merupakan proses interaktif antara pembaca dengan bahan bacaan untuk memahami pesan dari bahan bacaan secara aktif ke dalam pemahaman pembaca. Kondisi ideal budaya membaca bagi bangsa kita inilah yang sangat memikat Taufiq Ismail sehingga menggerakkan pemahaman pentingnya membaca yang dimilikinya untuk dituangkan ke dalam puisi dengan harapan kupu-kupu dapat tercipta dari membaca buku. Kupu-kupu yang dimaksudkan adalah ilmu pengetahuan, pencerah cakrawala kehidupan bangsa. Sebagai ilustrasi berikut ini adalah isi kutipan puisi “Kupu-Kupu di Dalam Buku”:

Ketika duduk di stasiun bis, di gerbong kereta api, di ruang tunggu praktik dokter anak, di balai desa, kulihat orang-orang di sekitarku duduk membaca buku, dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang.

Ketika berjalan sepanjang gang antar rak-rak panjang, di perpustakaan yang mengandung ratusan ribu buku dan cahaya lampunya terang benderang, kulihat anak-anak muda dan anak-anak tua sibuk membaca dan menuliskan catatan, dan aku bertanya di negeri mana gerangan aku sekarang.

Ketika bertandang di sebuah toko, warna-warni produk yang panjang terbentang, orang-orang memborong itu barang dan mereka berdiri beraturan di depan tempat pembayaran, dan aku bertanya di toko buku negeri mana gerangan aku sekarang.
Ketika singgah di sebuah rumah, kulihat ada anak kecil bertanya tentang kupu-kupu pada mamanya, dan mamanya tak bisa menjawab keingin-tahuan puterinya, kemudian katanya, “tunggu mama baca buku ensiklopedia dulu, yang tahu tentang kupu-kupu,”  dan aku bertanya di rumah negeri mana gerangan aku sekarang.
Agaknya inilah yang kita rindukan bersama, di stasiun bis dan ruang tunggu kereta api negeri ini buku dibaca, di tempat penjualan buku laris dibeli, dan ensiklopedia yang terpajang di ruang tamu tidak berselimut debu karena memang dibaca.

1996

Dikutip dari “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia” halaman 167

Keadaan seperti ini adalah keadaan  yang kita rindukan bersama, bukan hanya keadaan yang dirindukan oleh Taufiq Ismail semata.  Di stasiun bis dan ruang tunggu kereta api, di perpustakaan perguruan, kota dan desa buku dibaca, di tempat penjualan buku laris dibeli, dan ensiklopedia yang terpajang di ruang tamu tidak berselimut debu karena memang dibaca.  Ensiklopedia dan buku adalah sumber ilmu yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan anak ketika orang tua tidak mampu menjawab pertanyaan anak dengan benar.

Di dalam puisi ini,  sikap menonjol Taufiq adalah pengungkapan imaji konseptual akan pentingnya membaca. Hal ini pun merupakan cerminan sikap religiusitas Taufiq Ismail dalam mengamalkan ajaran agama yang dianutnya yaitu agama Islam memberikan penekanan terhadap membaca. Di dalam Al-Quran wahyu yang diturunkan pertama kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril adalah perintah membaca. Sebuah ekspresi betapa pentingnya membaca bagi manusia dan  kodrat manusia yang di dalam Al-Quran pun memang diwajibkan untuk membaca. Kewajiban membaca, membaca, dan membaca merupakan amanat agama agar manusia terbebas dari kebutaan ilmu pengetahuan. Sebagaimana kita semua meyakini bahwa membaca merupakan pembuka cakrawala dunia.
Taufiq Ismail memilih diksi kupu kupu di dalam buku sebagai sebuah metafor. Secara nyata tidak mungkin kupu-kupu berada di dalam buku. Tetapi, kupu-kupu di dalam buku ini terkandung sebuah makna yang begitu dalam yang menyentuh aspek kehidupan.

Kupu-kupu adalah lambang sebuah proses panjang dalam kehidupan untuk terlahirnya sebuah kehidupan yang cantik, elok, dan anggun, kemudian begitu disenangi dan dikagumi karena keindahannya. Sebelum kupu-kupu terbentuk ia harus melalui proses dan fase-fase yang panjang, yaitu sebuah metamorfosis. Kupu-kupu melewati proses metamorfosis atau daur hidup/siklus yang terdiri dari empat tahap. Tahapan tersebut terjadi secara berurutan, dimulai dari telur, larva, kepompong, dan akhirnya menjadi kupu-kupu dewasa. Oleh karena itu, kupu-kupu merupakan metamorfosis yang sempurna, yaitu bermula dari telur, lalu menjadi larva, dari larva lalu menjadi kepompong, dari kepompong menjadi kupu-kupu.
Kupu-kupu betina akan meletakkan telur-telurnya pada daun tumbuhan. Setelah berumur 4-5 hari, setiap telur akan menetas dan berkembang menjadi larva atau ulat. Larva keluar dari telur yang disimpan oleh kupu-kupu. Larva bertahan hidup dengan cara memakan daun tumbuhan tersebut. Larva berkembang dan berganti kulit beberapa kali. Setelah larva puas makan daun, ulat akan beristirahat selama 10 hari.  Seiring waktu, larva berubah menjadi pupa atau kepompong atau tahap akhir dalam proses metamorfosis. Pada tahap ini tubuh kepompong sudah memiliki sayap, kaki, dan kepala. Apabila perubahan yang terjadi telah sempurna maka kupu-kupu akan keluar dari kepompong.

Setelah memcermati isi puisi Kupu-Kupu di Dalam Buku, sampailah pada pemahaman betapa pentingnya membaca untuk dapat memahami berbagai ilmu sebagai bekal dalam mengkaji ilmu-ilmu di dunia dan akhirat yang begitu luasnya, yaitu melalui membaca. Pemahaman terhadap ilmu tentunya diperoleh dari membaca. Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam dibutuhkan proses yang panjang seperti proses panjang yang dilalui kupu-kupu sebelum menjadi bentuk yang sempurna.

Sebuah paradoks menarik terhadap budaya membaca di Indonesia. Keberadaan kupu-kupu di dalam buku, menyadarkan kita pada konotasi makna sebuah proses menjadi kupu-kupu. Sebuah proses berpengetahuan dalam pengertian yang sesungguhnya memanglah membutuhkan waktu yang sangat panjang, dipahamkan oleh hasil menbaca dan membaca. Seperti sebuah pertapaan panjang untuk mencapai kesempurnaan (keindahan) atau keberhasilan dalam hidup dan mencapai puncak keberhasilan dalam hidup. Kesempurnaan eksistensi diri dalam hal membaca menjadi sebuah proses membaca yang menjadi (tiada henti) sehingga melahirkan budaya membaca dalam segala lini kehidupan.

Sebuah imaji konseptual menunjukkan sikap kritis Taufiq Ismail dalam menyampaikan konsep budaya baca yang masih belum berakar dalam kehidupan berbangsa kita. Dengan gaya bahasa yang sederhana, di akhir bait pertama sampai keempat diakhiri dengan larik sederhana tetapi menarik: / di negeri mana gerangan aku sekarang./ Seluruh isi puisi Kupu-Kupu di Dalam Buku tidak sulit dipahami bahkan oleh masyarakat yang awam dalam memahami makna puisi. Hal ini mungkin dimaksudkan agar setiap pembaca puisi ini mampu memahami pesan yang disampaikan yaitu tentang keindahan budaya membaca dan besarnya manfaat membaca bagi kehidupan sehari-hari. Larik / di negeri mana gerangan aku sekarang?/ artinya, peristiwa yang terjadi di dalam puisi tersebut  memang bukan terjadi di negeri ini. Tetapi, hal itu justru menjadi kekuatan puisi ini yang menunjukkan sikap penyair akan pentingnya permasalahan membaca bagi bangsa Indonesia. Bait terakhir berikut memperkuat sikap (tone) Taufiq terhadap permasalahan yang diangkatnya. //Agaknya inilah yang kita rindukan bersama, di stasiun bis dan ruang/ tunggu kereta api negeri ini buku dibaca, di perpustakaan/ perguruan, kota dan desa buku dibaca, di tempat penjualan/ buku laris dibeli, dan ensiklopedia yang terpajang di ruang/ tamu tidak berselimut debu karena memang dibaca.// Pada keempat bait pertama puisi tersebut, pemilihan diksi memang tidak tampak menonjol tetapi bagaimana imaji konseptual berbalut gaya bahasa sederhana diungkapkan Taufiq dengan demikian mengena. Sebuah sikap kerinduan yang mendalam  juga keinginan yang kuat terhadap budaya membaca dapat membumi di masayarakat kita.

Penulisan bait 1, 2, 3, dan 4 puisi (Kupu-Kupu di dalam Buku” tersebut, diawali dengan kata “Ketika …” diakhiri dengan pernyataan “di … negeri mana gerangan aku sekarang”. Pernyataan-pernyataan tersebut dituliskan secara berulang-ulang dalam puisinya. Paralelisme tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesan yang lebih mendalam terhadap apa yang diungkapkan. Pernyataan tentang waktu, kala, masa atau suatu keadaan diakhiri dengan penyataan dalam bentuk pertanyaan tentang tempat. Tentang sebuah keberadaan.

Secara sederhana Taufiq Ismail menggambarkan situasi membaca pada tempat-tempat dengan macam ragamnya. Membaca digambarkan bukan saja dilakukan di perpustakaan, di sekolah, di kamar, di taman, yaitu tempat-tempat yang paling memungkinkan untuk membaca karena situasi yang mendukung untuk membaca (sunyi, sepi, dan memungkinkan untuk berkonsentrasi tinggi untuk menyerap berbagai informasi dari buku yang dibaca).

Berbagai manfaat dapat kita dapatkan dari kegiatan membaca, yaitu membangun pondasi yang kuat untuk dapat mempelajari dan memahami berbagai disiplin ilmu sekaligus mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Senang membaca meningkatkan kecerdasan verbal dan lingusitik karena membaca memperkaya kosa kata dan kekuatan kata-kata. Membaca mencegah kepikunan karena melibatkan tingkat konsentrasi lebih besar,mengaktifkan, dan menyegarkan pikiran. Kegemaran membaca membantu meningkatkan kecerdasan, serta meningkatkan daya kreativitas dan imajinasi. Membaca membantu memperbaiki rasa percaya diri, mengembangkan kemampuan memanajemen emosi, dan meningkatkan kemampuan melakukan interaksi sosial positif di mana pun dan kapan pun. Membaca membentuk karakter dan kepribadian, sampai-sampai ada pepatah yang mengatakan, “Apa yang kita baca sekarang, seperti itulah kita 20 tahun yang akan datang”. Membaca menjadikan kita lebih dewasa, lebih arif dan bijaksana dalam menjalani kehidupan. Untuk inilah, maka dipandang penting membudayakan membaca bagi bangsa kita. Taufiq Ismail telah membuktikan betapa pedulinya dia terhadap budaya membaca ini sebagai harapan agar tercipta budaya baca pada bangsa kita, bangsa Indonesia. Kerinduan dan harapan ini tampak jelas tergambar dalam puisi Kupu-Kupu di dalam Buku.


Daftar Pustaka
Harjasujana, A.S. & Damaianti, V.S. 2003. Membaca dalam Teori dan Praktik. Bandung:  Mutiara.
Kridalaksana, Harimurti. 1985. Tata Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia: Sintaksis.  Jakarta:  Pusat Pembinaan den Pengembangan Bahasa.
Tampubolon, DP. 1987. Kemampuan Membaca: Teknik Membaca Efektif dan Efisien.  Bandung: Angkasa.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.