Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Telat - Harry Syahrial

Telat - Harry Syahrial

TELAT
oleh Harry Syahrial
Telat - Harry Syahrial

KAWACA.COM |Satu kebiasaan buruk bangsa ini adalah budaya jam karet. Karena budaya jam karet, kita menjadi terbiasa dan penuh pemakluman dengan kondisi serba telat, misalnya telat ke sekolah, telat ke kantor, telat mikir, telat bayar kredit, telat makan dan banyak telat lainnya yang sesungguhnya sangat merugikan.

Tapi ada satu telat yang masih kontroversi, yaitu telat angkat. Ketika kita telat untuk angkat telepon yang berdering, ada kemungkinan kita justru beruntung, ada kemungkinan kita merugi. Beruntung jika misalnya yang menelpon itu adalah debt collector. Merugi jika yang menelpon itu misalnya rekan bisnis yang secepatnya ingin memberitahu jadwal pengajuan tender lelang dipercepat, sehingga kita tereliminasi sebagai peserta. Atau jika yang menelpon itu adalah gadis pujaan dan incaran yang ingin memberitahu bahwa ia bersedia memenuhi ajakan untuk kencan pada malam ini juga.

Begitupun dalam dunia kedokteran, khusus bidang reproduksi manusia. Hasil penelitian terbarukan yang sangat dapat dipertanggungjawabkan adalah info bahwa penyebab kehamilan adalah terbuahinya sel telur oleh sel sperma yang dipicu faktor tindakan telat angkat.  

Telat angkat bisa menjadi kesialan, bisa menjadi keberuntungan. Buat pasangan luar nikah, dampak telat angkat bisa menjadi petaka dalam banyak hal, tapi buat pasangan dalam nikah, telat angkat bisa jadi masalah, bisa jadi justru memang didambakan. Dalam hal telat angkat merupakan faktor yang disengaja oleh para pelakunya, karena memang mendambakan hasil akhirnya, maka otomatis akan ada dampak dalam tingkat populasi umat manusia. Dan tentu saja tingkat populasi ini pada akhirnya juga akan sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan umat manusia itu sendiri.

Release terakhir tingkat populasi di negeri Belanda, Jerman dan beberapa negara Eropa lainnya, bahwa dalam tiga dekade terakhir, tingkat populasi nyaris nol persen. Sehingga tidak heran jika di lokasi taman-taman kota yang terlihat adalah para manula dan anjing mereka saja. Sangat langka mendapati anak-anak bermain di taman kota. Itu sebabnya negara-negara tersebut memiliki masalah dilematis dengan kebutuhan tenaga kerja terkait pro kontra penerimaan imigran. 

Sebaliknya di Indonesia, justru tingkat populasinya sedemikian pesat sehingga anak-anak berlimpah ruah dan mudah ditemukan dimana saja, justru taman-taman kota yang langka. Juga berlimpah tenaga kerja yang tak dapat terserap dalam lapangan kerja. Akibatnya, terkerahkan tenaga kerja dalam bingkai urban, transmigran dan ekspor TKI ke luar negeri.

Setelah para ahli lintas disiplin ilmu mengadakan penelitian bersama dengan seksama, dua kondisi berbeda yang saling bertolak belakang antara negara-negara Eropa dengan Indonesia, ternyata terkait dengan dua budaya yang juga saling bertolak belakang. Negara-negara Eropa menganut dan mengimplementasikan budaya tepat waktu dalam kehidupan sehari-hari, bahkan hingga ranah privasi, termasuk reproduksi. Sebaliknya, Indonesia justru menganut, mempertahankan dan mengimplemantasikan budaya telat waktu dalam kehidupan sehari-hari, hingga ranah reproduksi.

Stagnanisasi populasi beberapa negara Eropa pada zero area, ternyata penyebab utamanya adalah budaya tepat waktu. Begitu kukuhnya penerapan budaya tepat waktu, sampai-sampai setiap individu warga negara rela untuk meninggalkan kegiatan penting reproduksi demi kegiatan penting lainnya. Segala kegiatan harus dijadwal dengan begitu ketat, termasuk kegiatan reproduksi umat manusia. Jadi jelas bahwa budaya tepat waktu menjadi faktor penyebab utama zero growth population di Belanda. 

Sedangkan di Indonesia, kita terlanjur kebablasan pada budaya jam karet. Pada waktu dijajah Belanda, budaya jam karet mungkin justru suatu keniscayaan dalam upaya mencapai kemerdekaan, untuk mewujudkan semangat juang yang menggelorakan semboyan “mati satu tumbuh seribu” atau sekurang-kurangnya semboyan “esa hilang dua terbilang”. Implementasi untuk semboyan- semboyan itu hanya efektif diwujudkan dalam bingkai budaya jam karet alias telat, khususnya telat angkat dalam ranah reproduksi, bukan dengan budaya tepat waktu. Apalagi ditambah suplemen etos kerja ”dahulukan yang paling mudah dikerjakan”. Pekerjaan apa yang paling mudah yang dapat dilakukan umat manusia sejak era manusia purba hingga manusia modern ini? Pekerjaan telat angkat bidang reproduksi kan?

Itu sebabnya sekarang mulai intens dijembatani dialog bipartit antara Indonesia dan negara-negara Eropa untuk mengadakan kerjasama bilateral untuk pertukaran budaya. Budaya telat waktu Indonesia akan diadopsi oleh negara-negara Eropa dan budaya tepat waktu negara-negara Eropa akan diadopsi oleh Indonesia. Sangat diharapkan hasil pertukaran budaya ini akan dapat mengatasi permasalahan serius bagi kedua belah pihak.

(HS-16-01-2013)

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.