Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Sejarah Kelam Pendiri LDII: Skandal Nurhasan dan Pecut Kiai Sya'roni

Sejarah Kelam Pendiri LDII: Skandal Nurhasan dan Pecut Kiai Sya'roni

Sejarah Kelam Pendiri LDII: Skandal Nurhasan dan Pecut Kiai Sya'roni



KAWACA.COM | Dari 3 skripsi yang membicarakan H. Nurhasan dan Darul Haditsnya, agaknya Mundzir Thahir, mahasiswa Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya, yang menyebut nama kecil tokoh Islam Jamaah itu. Namanya Muhammad Medigol. Mundzir agaknya tahu persis, karena H. Nurhasan adalah pamannya sendiri. Namun, semuanya sama dalam menyebut desa Bangi, Wonomarto, Purwoasri-Kediri sebagai tempat kelahirannya. Mohammad Medigol, anak dari H. Abdul Azis bin H. Thahir bin H. Isryad, lahir tahun 1908. Tak ada yang menyebut persis berapa saudaranya. Hanya Mundzir yang menyebut 2 nama kakaknya, Abdul Fattah, syah Mundzir sendiri dan H. Mahfudl, kakaknya seorang lagi yang lama bermukim di Saudi Arabia. 

Kisah Muhammad Medigol memang unik, Berbagai versi mengisahkan perjalanan hidupnya secara berlainan. Termasuk kisah pelariannya ke Saudi Arabia. Majalah TEMPO, edisi 15 September 1979, menurunkan laporan utama sepanjang 7 halaman. Dalam sebuah boksnya, TEMPO menulis Kisah Muhammad Madigol berdasarkan skripsi Mundzir Thahir dan Khozin Atief, Alumni JAIN Jakarta.

Kisah Muhammad Madigol 

Ia bernama Madigol. Lengkapnya Muhammad Madigol. Begitulah cerita Muniizir Thohir, dari IAIN Surabaya, yang membuat skripsinya (1977) tentang Islam Jema’ah, tentang nama-asli dari “Imam Haji Nurhasan Al-Ubaidah Lubis Amir.

Madigol dilahirkan 1908 di Desa Bangi, Papar, Kediri, sebagai anak H. Abdul Azis, Sekolahnya hanya sampai kelas 3 SD, kalau disamakan dangan tingkat sekarang. Skripsi yang lain oleh Khozin Arief dari IAIN Jakarta, menyebutkan pesantren pertama yang dikunjungi Madigol adalah Pondok Sewelo, Nganjuk. Ini pesantren kecil model sufi. Lalu pindah ke Pondok Jamsaren, Saladan menurut pimpinan pondok, KH Ali Darokah, dia di sana hanya sekitar 7 bulan. Menurut sang kyai, tak ada keistimewaan apa-apa pada Si Madigoi ini kecuali bahwa ia sangat “menyukai bid'ah”. Dan yang disebut “bid'ah” rupanya diterangkan dalam sebuah tulisan Kyai Haris Haidarohi dari Yogya (tak ada dalam skripsi) ia itu “super dukun” lantaran senang dan menguasai beberapa ilmu perdukunan. Kemudian, menurut Khozin, ia belajar di Dresmo, Surabaya di pondok khusus yang mendalami pencak silat. 

Dari Dresmo, seperti dituturkan Nurhasan sendiri kepada Khozin, ia belajar di Sampang Madura, berguru pada Kyai Al-Ubaidah dari Batuampar. Kegiatannya mengaji dan melakukan wirid di sebuah kuburan keramat. Nama gurunya tersebut diakuinya ia pakai di belakang namanya sekarang. Merurut skripsi Mundzir, ia juga pernah mondok antara lain di Lirboyo Kediri dan Tebuireng Jombang. Lalu berangkat haji pertama 1929, dan Waktu pulang -seperti biasa pada orang Indonesia namanya yang Madigol itu diganti menjadi Haji Nurhasan. Jadi akhirnya ia bernama H. Nurhasan Al-Ubaidah. Adapun nama Lubis itu konon panggilan murid-muridnya, singkatan dari luar biasa. Untuk menyatakan kedudukannya, maka di depan namanya ditambahkan kata ‘Imam' dan di belakangnya kata ‘Amir'.

Tahun 1933 ia-berangkat lagi ke Makkah. Di sana belajar Hadits Bukhari dan Muslim kepada Syeikh Abu Umar Hamdan dari Maroko, juga belajar di Madrasah Darul Hadits tidak jauh dari Masjidil Haram. Nama “Darul Hadits' itulah yang kemudian dipakainya untuk pesantrennya kelak. Tetapi menurut Khozin, keberangkatannya tersebut sebenarnya “pelarian", Dan waktunya pun barangkali sekitar 1937/1938. Saat itu, tutur Khozin, ada keributan di Madura. Entah peristiwa apa “sampai ada yang mati". Tspi yang jelas Nurhasan “lari ke Surabaya lalu kabur ke Makkah”. Dan di Makkah, menurut cerita Haji Khoiri yang mukim di sana kepada Khozin, Nurhasan sebenarnya tak ketentuan kerjanya. Hanya karena ia selalu nongol di Masjidil Haram, akhirnya diizinkan tinggal di asrama yang dipimpin Khoiri. Tapi terjadilah suatu hari seorang tetangga ribut-ribut kehilangan kambing. Polisi mencari, dan akhirnya menemukan jejaknya sampai di asrama Khoiri. 

Sang kambing diketemukan di kolong tempat tidur Nurhasan (HD). Sudah tentu Khoiri malu. Tapi karena ia punya hubungan baik dengan polisi, anehnya Nurhasan tidak dituntut. Hanya polisi menyuruh Khoiri mengusir orang tersebut. Mengaji apa Si Nurhasan, waktu di Makkah? Khoiri tak tahu. Melihat “tingkah lakunya yang aneh”, katanya, mungkin ia masuk pondok pedukunan yang mungkin waktu itu masih cukup banyak di Saudi. Tapi kepada Khozin, Amir Islam Jama'ah itu mengaku seperti mereka siarkan secara resmi bahwa ia belajar di Darul Hadits yang beraliran Wahabi. 

Kalau melihat mata pelajarannya di pondoknya sekarang di Kediri, memang di sana “serba. Qur’an Hadis” seperti Wahabi. Lagi pula menurut H. Amiruddin Siregar, Sekjen Majlis Ulama Indonesia, militansi gerakan itu juga mirip Wahabi-. walaupun juga memakai “mistik” dalam arti pedukunan “yang merupakan musuh bebuyutan Wahabi”. Tapi untuk keperluan skripsinya, Khozin lantas mengirim surat ke Makkah. Dan datanglah surat-surat dari Asy-Syeikh Muhammad Umar Abdul Hadi, Direktur Madrasah Darul Hadits di Makkah dan Asy Syeikh Abdullah bin Muhamunad bin Humaid, Direktur Umum Inspeksi Agama di Mesjid Al Haram. 

Isi surat pihak Darul Hadits (yang belakangan juga ditemui Khozin sendiri) tak benar ada orang yang bernama Nurhasan Al Ubaidah yang belajar di sana tahun-tahun 1929-1941. Madrasah itu sendiri baru didirikan tahun 1956. Lagi pula, setelah diterangkan kepada imam di Masjidil Haram itu tentang ciri-ciri Nurhasan dan ajaran yang dikembangkan di Indonesia, surat itu menjawab di Masjidil Haram tak ada yang mengajarkan seperti itu, dan kalau ada yang menyebarkan faham macam itu dengan membawabawa nama Masjidil Haram, maka dia adalah Dajjal, katanya. Dajjal adalah personifikasi tokoh setan besar yang dalam sementara hadis disebut akan muncul menjelang kiamat. 

Jadi, mungkin ke-Wahabi-an Nurhasan yang “mistik” itu hanya karena dengar-dengar di Arab Saudi, yang memang negeri Wahabi?  Yang jelas, sepulang dari Makkah tahun 1941, menurut Nurhasan sendiri, ia membuka pengajian di Kediri. Di situ ia mengaku sudah mukim di Makkah 18 tahun. Tapi pondok itu pada mulanya biasa-biasa saja. Baru tahun 1951 ia memproklamirkan nama Darul Hadits itu. Tapi harap diingat ini bukan Darul Hadits di Malang, yang memang sekadar menitikberatkan pelajarannya pada spesialisasi hadis dan tak ada doktrin tentang jama'ah, amir, bai'at dan ta'at seperti Nurhasan punya. Pekerjaannya sepulang dari Makkah ialah berdagang gedek. Kawin 3 dengan orang Madura. 

Menurut skripsi Mundzir, istrinya itu (yang mungkin orang Madura) berasal dari Jombang, namanya Al Suntikah. Di samping itu, ia kawin dengan 3 wanita lain, dua dari Sala dan 1 dari Mojokerto. Tapi kata Mudzir, istrinya sebenarnya lebih dari itu. Memang menarik, bahwa dalam satu rekaman ceramah Nurhasan yang ada pada Khozin, bisa diperdengar 'kata-kata santai misalnya seperti “saya ini sudah belajar Our'an, sudah belajar Hadis, dan sekarang... istrinya renteeeng” (renteng artinya berderet). Sedang kepergian Nurhasan yang terakhir ke Makkah, menurut Khozin juga disebabkan oleh soal “renteng” itu. 

Suatu hari, setelah pemilu 1971, terjadi keributan Nurhasan, kata Khozin, membawa kabur seorang muridnya perempuan. Paman si gadis, yang anggota CPM dan bukan warga Islam Jama'ah, memburu Nurhasan dan ketahuan ia menyembunyikan gadisnya di Garut. Digrebeg di sana. Nurhasan oleh CPM diseret ke Malang -diinterogasi. Khawatir kalah perbawa, si CPM minta “bekal” pada seorang kyai. Katanya, interogasi berjalan tanpa penyiksaan. Tapi yang jelas itu membuat Nurhasan jatuh sakit berteriak-teriak alias ngromel. Dan anehnya, istri sang CPM di rumah juga mendadak ngromel dengan kata-kata yang persis diucapkan Nurhasan... . " Cerita ini masih ditambah penuturan KH Achmad Thohir Widjaya yang sehari-harinya Ketua Umum Majlis Da' wah Islamiyah (MDI Golkar). 

Menurut Kyai ini, yang dimaksud Nurhasan sebenarnya ialah meminang gadis itu, namun tak disetujui keluarganya. Dan Nurhasan sebenarnya telanjur “dipermak” waktu itu, tapi tidak mempan. Tapi ada yang menasehati kalau mau melawan orang itu, gampang telanjangi dia dan dia akan lumpuh, Maka ditelanjangilah Nurhasan, tapi ternyata, dari ikat pinggang sebelah kanan terrsimpan sebungkus kembang-kembang setaman, kata orang Jawa, “makanan jin”. Maka Nurhasan benar lumpuh. Keluar dari sana, ia sudah tidak-bisa berbicara-hingga kini. Lalu keluarga Nurhasan konon menasehatkan agar kakek ini berobat ke Makkah, sebab “jin yang makan kembang itu dari Makkah”. Tapi di sana ia tidak sembuh juga sampai sekarang. Tak jelas bagaimana kelanjutannya nanti. Tapi ia sekarang, menurut Thobir Widjaya, ada di Kertosono, Jawa Timur, pulang dari Makkah. 

Inilah tokoh yang memang di Jatim sangat populer dan di sana dipanggil “Baidah". Orang menyebutnya “kyai mursal”. Tahun-tahun 50-60, bila ia lewat di satu lorong tertentu, konon orang akan masih menggunjingkannya sampai 3 hari. “Kemarin Baidah lewat sini. Berdiri di atas Harley (merek sepeda motor waktu itu), mengalung ular. Di depannya ada anjing besar. Dia juga mampir ke warung Si..." Kisah serupa, sebelumnya telah dimuat dalam Majalah Murragin nomor 5 Tahun VI Mei 1979, tapi hanya yang bersumber pada Mundzir saja. Begitu pula cerita Muhammad Huda AY dari IAIN Sunan Kalijaga " Yogyakarta. 

Namun, Muhammad Huda yang mewawancarai H. Khoiri (almarhum), dosen luar biasa pada Universitas Muhammadiyah Cabang Kediri, bercerita lain tentang berapa lama Nurhasan berada di Saudi Arabia. Waktu membuka pondok Burengana/Banjaran Kediri, Nurhasan menyebut ia telah belajar Al-Our'an dan Hadits di Saudi Arabia selama 18 dam. Tapi, H. Khoiri, yang antara tahun 1930 s/d 1940 bermukim di Makkah bilang cuma 5 tahun saja. H. Khoiri tahu persis soal itu. Karena tahun 1935 pada saat Nurhasan tiba, Khoiri menjadi Ketua Rukbat Nahsyabandi, sebuah asrama pemukim di Saudi Arabia. Harap maklum, Rukbat ini tak ada hubungannya dengan Tharekat Nahsyabandi. Nurhasan langsung tinggal di asrama itu, lantaran H. Mahfudi, kakak kandungnya sudah lebih dulu tinggal di sana. Cerita yang bermacam-macam versi itu kian lengkap apa yang diperbuat Nurhasan di Makkah. 

Menurut Khozin yang dimuat TEMPO, Nurhasan bahkan pernah ketahuan mencuri kambing. Kerjanya tak karuan. Bahkan dalam suratnya kepada Khozin Arief, Direktur Madrasah Darul Hadits Makkah membantah pernah mempunyai murid bernama Nurhasan dari Indonesia. Majalah MUTTAOIN No. 5 menulis “Konon, menurut teman dekatnya, waktu di tanah suci ia belajar ilmu ghaib dari orang Badui dan Persia (Iran).”

Barangkali, apa yang dikatakan oleh teman dekat Nurhasan itu benar. Sebab, ketika telah menjadi Amir Imam Jama'ah, H. Nurhasan memang sering menunjukkan kebolehannya di bidang mistik. Bermain silat di atas duri salak, dijatuhi batu besar, bermain-main dengan ular dan sebagainya. 

Lebih dari itu, ada beberapa pengikutnya yang mengisukan H. Nurhasan bisa menghilang. Ada pula yang menyebut H. Nurhasan mempunyai mahabbah, semacam aji pengasihan. Hingga wanita yang dikehendaki selalu berhasil diperolehnya. Menurut Mundzir, dari empat orang istrinya, istri keempat berkali-kali ganti. 

Soal istri-istri Amir Imaru Jama'ah ini, banyak versi pula. Menurut majalah Panji Masyarakat No. 279, Edisi 15 September 1979 Di antara doktrinnya itu, boleh saling tukar-menukar istri antara Amir-amir yang banyak tersebar di seluruh Indonesia. Seorang Pengurus Korp Mubaligh Kemayoran menceritakan bahwa Suwandi, ex Amir di Jakarta yang lari dari Islam Jamaah pernah mengirimkan istrinya yang cantik untuk dipakai oleh Amurul Mukminin Nurhasan Lubis di Kediri. Sebagai gantinya Nurhasan mengirimkan istrinya atau gundiknya untuk Suwandi. 

Doktrin yang lain, kalau sebuah keluarga anggota jamaah hendak mengawinkan anak perempuannya harus seizin Amir. Kalau Amir jatuh cinta dan berkenan dengan gadis itu, tanpa dapat menolak sang ayah harus menyerahkannya kepada Amir. Benar tidaknya cerita itu wallahu a'lam. Tapi, melihat kasus diseretnya Nurhasan oleh CPM ke Malang, agaknya juga soal skandal dengan murid perempuan yang disukainya. Dan paman Si gadis -anggota CPM-, bukan anggota jamaah tak terima. Betulkah di CPM Malang Nurhasan dipermak dan ditelanjangi? Seorang ex anggota CPM Malang yang ikut menangani Nurhasan bercerita begini:

Pecut Kyai Sya'roni 

Keterlibatan CPM Malang dalam kasus Nurhasan memang menimbulkan tanda-tanya. Sebab, jika masalahnya cuma hilangnya 2 santri wanita, menurut seorang pengamat, seyogyanya polisi dan pengadilan yang menangani. Tapi, "Pak Kasiin, ayah gadis itu sudah putus asa. Lapor ke sana ke mari tak ada hasilnya”, ujar Atmadji, bekas Kepala Urusan Reskrim CPM Malang yang banyak menangani kasus itu. Ceritanya begini: Sukardi, anak tertua Kasim, asal Kepanjen Malang, sudah agak lama menjadi santri pondok Darul Hadits di Kertosono. Ketika pulang kampung, ia bermaksud mengajak Sumiati dan seorang adiknya ikut mondok. Ayahnya setuju. Dipikir, sambil menunggu hari perkawinannya yang tak lama lagi. Oleh Sukardi dan diantar ayahnya, Sumiati dibawa ke pondok Gading Perak. Beberapa minggu menjelang hari akad nikah, Kasim bermaksud memanggil anaknya. Namun, Sukardi yang mendengar niat ayahnya menikahkan adiknya dengan orang bukan anggota Islam Jamaah tak setuju. Ia melapor kepada Amir, H. Nurhasan. Karena itu, H. Nurhasan segera memerintahkan kepada Suradji, Kepala Pengajaran Pondok Gading, segera memindahkan Sumiati dan adiknya ke pondok Kertosono. Hingga ketika Kasim sampai di Gading, Sumiati dan adiknya telah tiada. Pimpinan Pondok Gading menyatakan tak tahu-menahu. Sampai beberapa kali Kasim pulang pergi Kepanjen Perak Jombang, hasilnya nol. Sumiati tak pernah diketemukan. Dan pesta perkawinan yang sudah dipersiapkan itu batal. Ia telah pula lapor ke pihak-pihak yang berwewenang. Namun tak banyak menolong. Karena itu, Kasim menyerahkan masalah itu kepada Serma Ngateno adik misan Ny. Kasim, yang kebetulan anggota CPM Malang. 

Mendengar pengaduan kakaknya, Serma Ngatemo melapor ke Letda Atmadji, Kaur Reskrim CPM Malang. “Sebaiknya ayah Sumiati saja disuruh melapor ke sini. Biar kita mempunyai landasan bertindak,” ujar Atmadji. 

Awal September 1972, Komandan CPM Malang segera memerintahkan Letda Atmadji dan Letda Marlan, Kaur Penyidikan dan Pemeriksa untuk mengumpulkan informasi sekitar pondok Darul Hadits dan H. Nurhasan. Kesempatan itu ternyata banyak menolong Atmadji dalam proses penanganan kasus H. Nurhasan. “Banyak informasi yang menyebut H. Nurhasan sakti. Siapa tidak pesimis dan gentar”, ujar Atmadji. 

Beberapa ulama yang ditemui Atmadji, di antaranya KH Machrus Aly Kediri, KH Ghozali di Kediri, KH Sya'roni di Beji Pasuruan, membenarkan cerita itu. “H. Nurhasan sebetulnya telah dikuasai jin dari Makkah”, kata KH. Sya'roni kepada Atmadji. Hampir semua ulama yang ditemui memberi doa-doa penangkal jin kepada Atmadji. Malahan KH Sya' roni memberi sebuah pecut kecil yang disebutnya sebagai milik raja jin di Gunung Gangsir. “Jangan percaya pada pecut ini. Tetap percaya pada Allah”, kata Sya'roni. 

Pertengahan September juga pertengahan bulan puasa Atmadji dan Marlan mulai bergerak memeriksa pondok Gading, diikuti oleh Serma Ngatemo dan calon suami Sumiati. Suradji, Kepala Pengajaran dan Siti Asyiah, pimpinan santri putri, terus mengelak dan tak mau berkata apa pun di sekitar hilangnya 2 santri wanita anak Kepanjen itu. Atmadji segera menggeledah seluruh kompleks pondok. Namun, Sumiati dan adiknya tetap tak diketemukan. Malahan, ketika memeriksa sebuah ruang khusus yang oleh Siti Asyiah disebut sebagai ruang Amir untuk membai'at santrinya yang ada cuma sebuah tempat tidur.  “Timbul kecurigaan saya. Masak tempat baiat isinya cuma tempat tidur saja,” pikir Atmadji. Padahal, waktu itu pondok Gading, Perak, hanya untuk santri wanita saja. 

Karena Suradji dan Siti Asyiah tetap tak mengaku dan Sumiati tak diketemukan, keduanya dibawa ke markas CPM Jombang untuk ditahan.  Atmadji dan Marlan terus mengejar ke pondok Kertosono dan Burengan. Hasilnya nol. H. Nurhasan yang ingin ditemui kabarnya juga ada di Jakarta. Atmadji dan Marlan segera berkonsultasi dengan Komandan Kodim Kediri. “Pokoknya saya melarang saudara menangkap H. Nurhasan”, ujar Komandan Kodim kepada 2 perwira CPM itu. Setelah berdebat, akhirnya Danfim menjamin “H. Nurhasan akan saya perintahkan menghadap ke CPM Malang”. 

Mendengar janji itu, Letda Atmadji dan Letda Marlan pulang. Seminggu kemudian, H. Nurhasan memang menghadap ke CPM Malang naik mobil Mercedez 7205 dan dikawal sebuah jeep Toyota berisi anak buahnya. Oleh Komandan CPM, H. Nurhasan dan Suradji diberitahukan akan diperiksa sampai masalahnya selesai. Para pengikut dari Kediri diperintahkan pulang lebih dulu. Meskipun mulanya menolak, akhirnya bersedia juga.  Sehari diperiksa, H. Nurhasan selalu mengelak. Karena itu meskipun statusnya tak ditahan H. Nurhasan harus tidur di Markas CPM. 

Dalam  sebuah sel. Sedang Suradji di tempat tersendiri. Esoknya, kejadian yang agak aneh terjadi. Istri Letda Marlan, menjelang tengah hari pingsan. Tapi, dokter yang memeriksa menyatakan semua sehat. “Sebaiknya dicarikan  orang tua saja”, ujar dokter RS Supraun seperti ditirukan oleh Atmadji.  Ny. Marlan sebentar-sebentar pingsan. Dan jika siuman langsung mengauk. Menjelang maghrib Atmadji datang ke tempat temannya itu. Ny. Marlan tambah berteriak-teriak. Malahan menantang Armadji berkelahi. Akhirnya Ny. Marlan yang selalu dipegang beberapa orang disuruh melepas. Langsung Ny. Marlan menyerang Atmadji, Dengan pecut KH Sya'roni, Atmadji memukul Ny. Marlan. Korban langsung jatuh dan berteriak-teriak. Lewat mulut Ny. Marlan yang kesurupan akhirnya diketahui, pengganggu itu adalah pengawal H. Nurhasan. Katanya, H. Nurhasan ke Malang membawa pengawal 10 orang. Semuanya dipimpin oleh Abdullah, raja jin dari Makkah yang dibawa oleh Nurhasan sejak pulang dari sana. Sepuluh pengawal itu, oleh Nurhasan diletakkan di bagasi mobil Mercy-nya. 

Dengan bekal informasi itu, esoknya Atmadji mulai memeriksa Nurhasan. Begitu mendengar pertanyaan Atmadji tentang 10 pengawal jin di bagasi mobil, Nurhasan gemetar. Apalagi, di kamar itu sudah diletakkan sebuah boneka kayu yang menurut pengakuan Sukardi, kakak kandung Sumiati yang hilang dan akhirnya sadar, pantangan H. Nurhasan adalah boneka. Karena itu, sebelum memeriksa Atmradji meletakkan sebuah boneka di bawah mejanya. Nurhasan tampak akan membaca wirit. 

Dengan bekal doa dari beberapa ulama, Atmedji segera memegang tangan kanan H. Nurhasan dan memijat nadinya. Keduanya saling tarik-menarik selama 1/4 jam. Akhirnya H. Nurhasan jatuh dari tempat duduknya dan berteriak Ampun pak. Berkalikali. Mendengar suara itu, banyak anggota CPM lari masuk kamar pemeriksaan. Dipikir Letda Atmadji yang tengah memeriksa Nurhasan telah mempermaknya. “Jika ada yang menulis HM. Nurhasan dipermak secara fisik, itu bohong”, ujar Atmadji. 

Melihat H. Nurhasan tergeletak, Atmadji mulai menggeledah tubuhnya. Jubah luarnya dilepas. Ternyata diketemukan beberapa biji bunga matahari terbungkus kain putih. “Jadi tak benar pula kalau Nurhasan ditelanjangi. Bohong itu. Itu kan hanya kata orang saja,” ujar Atmadji, yang kini sudah keluar dari dinasnya di CPM dan tinggal di Lumajang agak sewot. Atmadji juga bilang “Pemeriksaan itu di tempat terbuka dan banyak orang. Banyak saksi." Ternyata, akibat pertarungan wirid antara pemeriksa dan .H. Nurhasan tadi, jin Abdullah yang selama ini menyatu dalam jasad Nurhasan lari. Tinggal 1 jin pengawal yang kemudian menyusup di tubuh Nurhasan. Jin pengawal itu mengaku bernama Muhammad, bekas penjaga pahon Beringin Jenggot di Pasar Pahing Kediri yang ditebang oleh H. Nurhasan. Sejak itu, H. Nurhasan kehilangan kesadarannya. Suradji yang tahu keadaan Amirnya, hancur mentalnya. Barulah ia mengaku ke mana Sumiati dan adiknya dilarikan. 

Untuk menghilangkan jejak, selama 4 bulan hilang, Sumiati selalu dipindah tempatnya. Dari Gading Perak dibawa ke Kertosono, lalu ke Kediri dan terus ke Pare, kembali ke Kertosono lagi dan baru dibawa ke Bandung. Ternyata itu bukan tujuan akhir, Dari Bandung Sumiati disembunyikan di Garut di sebuah tempat sekitar 20 km dari kota, di lereng gunung. Suradji, Letda Marlan, Serma Ngatemo dan calon suami Sumiati yang melacak jejak itu sampai ketemu.   

Keadaan fisik H. Nurbasan kian lemah. Ia lumpuh dan tak bisa bicara. Komandan CPM segera mengundang Tim Medis dari RS Supraun Malang urituk memeriksa. Tim mengambil kesimpulan, secara medis H. Nurhasan sehat. Sedang para spesialis ahli syaraf menyatakan tak sanggup mengatasinya, “Cari saja ahli metafisika, barangkali bisa menolong”, ujar Tim dokter itu. 

Karena itu, Atmadji segera mengundang Ustadz Umar bin Tahlib. “Memang benar, H. Nurhasan dikuasai oleh jin”, ujarnya. Beberapa dukun yang kebetulan diundang sependapat dengan Umar bin Thalib. Melihat kondisinya kian lemah -bahkan selama 1 minggu ditahan tak pernah mau makan. Komandan CPM memerintahkan Atmadji memulangkan pada keluarganya. Sementara itu, kepada Kaur Reskrim juga diperintahkan segera mengumpulkan fakta-fakta yuridis perihal M. Nurhasan dan gerakannya. Sebab, secara formal H. Nurhasan belum selesai diperiksa dan tak bisa diperiksa lagi. Belum ada proses verbal. Untunglah, banyak penderita yang merasa dirugikan oleh H. Nurhasan melapor. Di antaranya Ny. Chudori, istri bekas Amir Darul Hadits Malang. 

Ketika Chudori meninggal dunia, H. Nurhasan bilang bahwa seluruh kekayaannya telah diwakafkan ke pondok, Ny. Chudori jatuh melarat. Setampuk fakta dikumpulkan, sebab Komandan CPM sadar, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas keterlibatannya dalam kasus pemeriksaan H. Nurhasan. Apalagi, H. Nurhasan pulang dari markas CPM Malang dalam keadaan lumpuh dan bisu. 

Memang benar, tak lama setelah itu Komandan 5 CPM dipanggil ke Jakarta. Hasilnya tiada yang tahu. Kepada Atmadji ia cuma bilang; tak apa-apa. Pokoknya kita jalan terus. Sejak peristiwa itu, kabarnya H. Nurhasan terus sakit. Lumpuh dan tak sembuh-sembuh. 

Pada musim haji 1973/1974 H. Isa asal Patuksalam Blimbing bertemu dengan Nurhasan di Saudi Arabia. H. Nurhasan katanya masih tetap lumpuh. Di rumahnya yang mewah di sana, H, Isa dan juga banyak sekali jamaah Indonesia, menjual beras paket hajinya.

Rujukan:
Majalah Tempo, 15 September 1979
Buku Musim Heboh Islam Jama'ah, Anshari Thayib dan M Nadrim Zuhdi, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1979

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.