Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Mempertahankan Eksistensi Bahasa Daerah - Rosna Hermawan

Mempertahankan Eksistensi Bahasa Daerah - Rosna Hermawan

oleh Rosna Hermawan


Arus informasi mengalir begitu masif dan cepat di era globalisasi ini. Dengan didukung teknologi mutakhir, arus informasi tersebut pasti berdampak pada berbagai bidang kehidupan. Salah satu yang terkena dampak dari arus informasi tersebut ialah bahasa. Tidak dapat dipungkiri, bahasa daerah semakin lama semakin ditinggalkan. Jika hal ini dibiarkan, bahasa daerah bisa saja punah.

Badan Bahasa telah memetakan sejumlah 646 bahasa daerah. Dari jumlah tersebut, baru 52 bahasa yang telah dipetakan vitalitasnya. Badan Bahasa menyatakan 13 bahasa berstatus punah, 9 kritis, dan 15 lainnya terancam punah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh lembaga di luar badan bahasa. Penelitian yang dilakukan Fakulktas Sastra dan Budaya Unkhair menyatakan sedikitnya 32 bahasa daerah di Maluku Utara dan banyak di antaranya terancam punah. Bahkan Balai Bahasa Papua menyatakan lima bahasa daerah di Papua sudah punah. Kelima bahasa tersebut adalah bahasa Tandia (Teluk Wondama).

Hal ini sangat disayangkan. Bahasa merupakan identitas suatu bangsa. Bangsa di sini dapat diartikan suku atau golongan yang menempati suatu daerah tertentu. Kehilangan sebuah bahasa dapat berarti pula kehilangan suku asli yang memakai bahasa tersebut. Catatan bahasa telah menunjukkan beberapa bahasa daerah yang punah. Hal ini harus menjadi perhatian khusus bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi aktif mempertahankan bahasa daerah. Bagaimanapun juga, bahasa daerah merupakan identitas utama mengenai daerah tersebut.

Jika diteliti lebih jauh, tentu ada faktor-faktor yang membuat penggunaan bahasa daerah semakin berkurang bahkan sampai dikatakan terancam punah. Faktor-faktor tersebut memang tidak dapat secara langsung mengakibatkan kepunahan pada bahasa daerah. Akan tetapi, faktor-faktor tersebut memiliki peran yang besar dalam punahnya sebuah bahasa.

Pergeseran Kebiasaan Berbahasa

Modernisasi tidak hanya berdampak pada kehidupan di kota, melainkan telah sampai ke pelosok-pelosok negeri. Orangorang desa sudah dapat mengakses informasi melalui teknologi canggih yang mudah didapat. Mau tidak mau, hal ini akan memengaruhi pola pikir orang-orang desa, khususnya anak muda. Anak muda sebagai generasi yang mewarisi bahasa daerah dari para tetua daerah akan merasa bahwa bahasa asli mereka adalah bahasa yang kuno. Mereka lebih suka menggunakan bahasa seperti yang ada di gawai mereka, bahasa anak muda yang cenderung alay. Mereka merasa telah menggunakan bahasa yang keren ketika menggunakan bahasa alay. Padahal, bahasa yang dianggap keren itu hanya akan menolong mereka ketika berada pada lingkungan tertentu. Lingkungan di desa tidak mungkin memakai bahasa kota, terlebih ketika mengadakan acara formal. Masyarakat di daerah cenderung akan menggunakan bahasa daerah karena memiliki nilai kesopanan. Selain itu, identitas daerah akan terlihat dari penggunaan bahasa tersebut.
Keputusan untuk menggeser penggunaan bahasa daerah ke bahasa ala kota ini sangat disayangkan. Bahkan, tidak jarang orang dewasa malah ikut-ikutan memamerkan bahasa gaul yang digandrungi anak muda. Padahal seharusnya, mereka punya peran untuk mengayomi anak muda untuk terus melestarikan bahasa daerah setempat.

Memang, pergeseran pemakaian bahasa dari bahasa daerah ke bahasa gaul menjadi sebuah keniscayaan. Teknologi informasi yang sudah menyebar ke pelosok negeri mampu mengenalkan kebudayaan lain yang cenderung mudah diterima masyarakat, dan bahasa menjadi salah satu dari kebudayaan yang masuk menembus batas-batas geografis. Bahasa yang dibawa teknologi informasi benar-benar memiliki peran untuk mengenalkan dunia lain yang, dapat dikatakan, sangat keren. Oleh karena itu, orangorang desa mulai menggeser kebiasaan berbahasa mereka ke bahasa yang keren itu.

Urbanisasi

Salah satu hal yang pasti terjadi karena dampak globalisasi ialah membawa gemerlap kehidupan kota ke desa. Kehidupan di kota dianggap sebagai suatu hal yang prestisius. Siapa pun akan bangga jika dapat tinggal di kota, atau setidaknya bekerja di sana. Selain itu, orang-orang di kota dianggap sebagai orangorang terpelajar sehingga status mereka seakan lebih tinggi. Hal ini semakin diperparah oleh anggapan, atau bahkan kenyataan, bahwa lapangan kerja di desa begitu sedikit sehingga mendorong orang-orang desa berbondong-bondong pergi ke kota. Ada banyak alasan mengapa mereka pergi ke kota, seperti pekerjaan, tuntutan pendidikan, atau karena hal yang lain.

Hal yang selanjutnya menjadi masalah ialah berkurangnya jumlah penutur asli bahasa daerah. Mereka telah berpindah tempat dari desa ke kota. Hal ini dinamakan urbanisasi. Urbanisasi dianggap menjadi salah satu faktor yang menyebabkan punahnya suatu bahasa.4 Penutur bahasa daerah semakin lama semakin berkurang. Banyak generasi muda yang meninggalkan tempat tinggal di desa untuk mencari kehidupan baru di kota. Berawal dari sinilah bahasa daerah mulai hilang.

Penutur bahasa daerah yang pindah ke kota mungkin masih memiliki kosakata bahasa daerah yang sangat banyak. Akan tetapi, mereka tidak mungkin menggunakan bahasa itu di kota. Mereka harus menyesuaikan penggunaan bahasa dengan orang-orang di kota. Mau tidak mau, bahasa daerah akan semakin dilupakan. Hal ini dapat berakibat pada hilangnya kosakata bahasa daerah yang dimiliki orang tersebut. Lama kelamaan, kosakata bahasa daerah tersebut tinggal sedikit atau bahkan hilang sama sekali. Dalam kurun waktu yang lama, bahasa daerah akan kehilangan generasi yang seharusnya menjadi pewarisnya.

Faktor Lain

Selain faktor bahasa alay dan urbanisasi, terdapat sejumlah faktor lain yang dapat menyebabkan punahnya bahasa daerah. Misalnya, perkawinan antar etnis. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkawinan seperti ini sudah sering terjadi, meski tidak begitu banyak. Akan tetapi, ketika perkawinan ini terjadi, akan terdapat kesepakatan mengenai penggunaan bahasa di antara keduanya.

Salah satu pasangan mungkin saja akan mengorbankan bahasa ibunya. Hal ini dapat mematikan salah satu bahasa daerah. Selain itu, faktor yang paling banyak ditemukan ialah sulitnya mempelajari bahasa daerah. Setiap bahasa daerah memiliki aturan yang tidak mudah untuk dipahami. Misalnya, bahasa Jawa yang mempunyai tingkatan tertentu terkait dengan kesopanan. Bahasa yang digunakan untuk orang sebaya berbeda dengan orang yang lebih tua. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila seorang penutur asli bahasa daerah, dalam hal ini bahasa Jawa, tidak begitu menguasai bahasa asalnya terebut. Hal ini sudah menjadi sangat lumrah dalam masyarakat.

Kasus serupa dapat terjadi pada bahasa daerah lain yang tersebar di Indonesia. Mungkin akan ditemukan bahasa yang jauh lebih sulit dari bahasa Jawa, baik dari segi tulisan maupun penuturannya. Hal demikian sudah seharusnya menjadi catatan bagi siapa pun bahwa bahasa daerah begitu memiliki nilai yang tinggi. Oleh karena itu, tidak salah apabila bahasa dikatakan sebagai identitas suatu bangsa. Sayangnya, banyak orang justru berpikiran sebaliknya, yakni bahasa daerah tidak terlalu bernilai sehingga kemudian mulai ditinggalkan.

Pada akhirnya, bahasa daerah tersebut mulai teralihkan dengan hadirnya bahasa baru seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Bahasa daerah akan tergeser kedudukannya. Bahkan, beberapa orang menganggap sebagai bahasa asing di daerahnya sendiri. Hal inilah yang kemudian membuat bahasa daerah dianggap menjadi bahasa yang membosankan bahkan tidak layak dipelajari. Jika hal demikian dibiarkan, bukan tidak mungkin keberadaan bahasa daerah akan terancam atau bahkan menjadi punah.

Mempertahankan Eksistensi

Mempertahankan eksistensi bahasa daerah merupakan tantangan tersendiri, terutama di era modern ini. Terlebih lagi, tidak mungkin untuk melarang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap punahnya bahasa daerah seperti urbanisasi dan perkawinan antar etnis. Semua itu sudah menjadi hak setiap manusia. Selain itu, tuntutan perubahan zaman memang seperti mengharuskan setiap elemen masyarakat untuk melakukan hal tersebut.

Akan tetapi, mengingat pentingnya bahasa daerah yang menunjukkan suatu identitas, sudah seharusnya eksistensi bahasa ini dipertahankan. Jangan sampai bahasa daerah punah bersamaan dengan kepunahan etnis yang menggunakan bahasa tersebut.
Orang tua harus mulai sadar akan pentingnya bahasa sebagai identitas. Mereka harus memberikan perhatian khusus kepada anaknya terkait dengan bahasa daerah. Pendidikan mengenai pentingnya bahasa daerah seharusnya sudah diberikan kepada anak sejak kecil oleh orang tua. Bagaimanapun juga, orang tua merupakan tempat anak belajar untuk pertama kali. Selanjutnya, orang tua harus melatih anak untuk terbiasa menggunakan bahasa daerah, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Dengan demikian, rasa cinta terhadap bahasa daerah akan tumbuh seiring dengan pembiasaan berbahasa itu.

Mempertahankan eksistensi bahasa daerah juga dapat dilakukan dengan hal lain. Bahasa daerah dapat dicatat, diteliti, kemudian dibukukan. Ketika bahasa daerah sudah dipublikasikan dalam bentuk buku, bahasa itu dapat dinikmati dan dipelajari oleh masyarakat. Pembukuan tidak harus melalui penelitian. Bahasa daerah juga dapat dimasukkan ke dalam karya sastra seperti novel yang menggunakan latar daerah tertentu. Sudah bukan rahasia lagi jika bacaan berupa karya fiksi lebih digemari daripada nonfiksi. Maka, tugas penulis apapun genrenya, baik pemula maupun sudah mahir dapat berpartisipasi dalam mempertahankan bahasa daerah.

Selain itu, anak-anak muda mungkin harus diberikan wadah untuk terus mempertahankan bahasa daerah. Pemerintah dapat mengadakan festival bahasa atau acara serupa dengan menggandeng Dinas Kebudayaan atau Balai Bahasa setempat. Anak-anak muda dapat dilibatkan dalam kegiatan seperti itu. Selanjutnya, yang paling penting ialah tindak lanjut setelah diadakannya kegiatan tersebut. Mereka, para anak muda, harus terus dibina rasa cintanya kepada bahasa daerah.

Memang akan sangat sulit bagi generasi muda untuk ikut berpartisipasi mempertahankan eksistensi bahasa daerah, baik melalui penelitian maupun menulis karya sastra dengan bahasa daerah. Setidaknya, generasi muda dapat terus menumbuhkan rasa cinta kepada bahasa daerah dan keinginan kuat untuk mempelajarinya. Selain itu, generasi muda mempunyai peran penting untuk menyebarkan rasa cinta itu kepada khalayak. Dengan demikian, eksistensi bahasa daerah akan terjaga dari kepunahan.

Sampai hari ini, banyak bahasa daerah yang sudah punah. Tidak sedikit pula bahasa daerah yang masuk ke dalam kategori terancam punah. Jika tidak ada usaha untuk mempertahankan eksistensi bahasa daerah, negeri ini akan kehilangan identitas berupa bahasa. Padahal, bahasa merupakan cermin paling nyata untuk menunjukkan identitas kepada orang lain. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk melestarikan penggunaan bahasa daerah, minimal mempertahankan yang masih ada.

Mempertahankan eksistensi bahasa daerah bukan hanya menyoal bahasa itu sendiri. Lebih dari itu, mempertahankan eksistensi bahasa daerah berarti menyelamatkan pula identitas kelompok yang menggunakan bahasa tersebut.

______

Sumber: Menyelamatkan Bahasa Indonesia (Antologi Esai Karya Pemenang dan Karya Pilihan Lomba Penulisan Esai bagi Remaja Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2017), Penyunting: Dwi Atmawati, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta, 2017.

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.