Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Layakkah Sutardji menjadi Presiden Penyair Indonesia? - Sofyan RH. Zaid

Layakkah Sutardji menjadi Presiden Penyair Indonesia? - Sofyan RH. Zaid

Layakkah Sutardji menjadi Presiden Penyair Indonesia?
oleh Sofyan RH. Zaid

Sofyan RH. Zaid



“Gelar itu dipersembahkan pada manusia oleh manusia, 
maka bukan tanpa alasan!”
-Pramoedya Anantra Toer

Jabatan Puitik

KAWACA.COM | Saat muncul dan viral tagar #2019GantiPresiden pada pentas politik Indonesia, banyak tagar serupa bermunculan di media sosial, mulai dari #2019GantiKalender, #2019GantiDompet,  #2019GantiPacar, #2019GantiPasangan, sampai #2019GantiPresidenPenyair!

Tagar ganti presiden penyair tentu saja mengarah pada ‘jabatan puitik’ Sutardji Calzoum Bachri (SCB) sebagai presiden penyair Indonesia yang kita kenal selama ini. Jabatan atau julukan publik SCB sebagai presiden penyair Indonesia benar-benar kuat melekat di benak publik. Hampir semua media massa –cetak atau daring- yang mengangkat topik SCB atau sekadar mencatut namanya selalu menyandingkannya dengan sebutan ‘Presiden Penyair Indonesia”. Demikian juga di dalam penulisan ilmiah dan nonilmiah, obrolan santai sastrawan, sampai ingatan setiap orang yang mengetahuinya, selalu menyebut SCB sebagai presiden penyair Indonesia.

Memang belum ada ‘polemik resmi’ terkait pro kontra jabatan atau julukan tersebut disandang oleh SCB. Namun tidak menutup kemungkinan, ada juga orang yang menolak atau mencibir julukan tersebut meski tidak sampai jadi ‘suara’, atau hanya menganggapnya sebatas ‘canda’ sebagai ‘panggilan keakraban’ semata. 

Memberi gelar atau julukan dalam dunia sastra, bukan hal baru, baik julukan itu serius atau tidak. Sesuatu yang sah dilakukan selama tidak menyinggung SARA atau pribadinya, dan tidak pula merugikan orang lain. Walaupun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ‘julukan’ itu bermakna ganda, yakni (1) nama yang diberikan sehubungan dengan keistimewaan sebagai gelar kehormatan, misalnya Bunda Kandung adalah julukan raja perempuan; (2) Nama sindiran atau ejekan, misalnya karena dia gendut badannya, kemudian dijuluki si Gendut dari Gua Hantu.

Kita tahu dalam sastra Indonesia –selain untuk SCB- ada banyak julukan atau gelar yang disandangkan pada penyair, misalnya Raja Penyair Pujangga Baru untuk Amir Hamzah, Pelopor Angkatan 45 untuk Chairil Anwar, Paus Sastra untuk H.B. Jassin, si Burung Merak bagi Rendra, Penyair Sufi untuk Abdul Hadi W.M, Celurit Emas untuk D. Zawawi Imron, dan lain sebagainya.

Munculnya Julukan Presiden Penyair Indonesia

Julukan dalam sastra, biasanya dikaitkan dengan capaian dan karakteristik, baik pada karya atau pribadinya. Julukan pada dasarnya adalah nama lain yang sesuai dengan yang dijuluki. Siapa yang memberikan julukan, bisa siapa saja, baik individu, kelompok, atau lembaga tertentu yang biasanya lebih dikenal dengan istilah ‘gelar kehormatan’. Persoalan julukan tersebut menjadi populer atau tidak, tergantung pada ruang dan waktu atau yang biasa kita sebut ‘momentum’. Apa julukan atau gelar itu kuat melekat dan tahan bertahun-tahun? Tergantung pada kapasitas sosok yang diberi julukan dan –tentu saja- atas dukungan media massa.

Sebagaimana kata Pram di awal, setiap julukan atau gelar yang diberikan manusia untuk manusia selalu punya alasan dan momentum kapan julukan itu diberikan dan kapan mulai populer di masyarakat. Demikian juga julukan presiden penyair untuk SCB. Kapan pertama kali julukan itu ‘muncul’ dan menjadi viral di publik sastra Indonesia? Ada versi dua cerita yang bisa menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut: 

Pertama, cerita Abdul Hadi W.M sebagaimana ditulis Hasan Aspahani dalam Apa & Siapa Penyair Indonesia (2018): “SUATU malam di Taman Ismail Marzuki. Abdul Hadi W.M bilang pada SCB: “Dji, malam ini kau kuangkat jadi presiden penyair. Dan aku wakilmu!”. Keesokan harinya, sebuah surat kabar memuat peristiwa itu dan sejak saat itulah julukan “Presiden Penyair” bagi Sutardji tak pernah lepas. Kemudian, pada Musyawarah Sastrawan Indonesia (MUNSI) 2017 di sela makan malam, menurut Hasan, Abdul Hadi membenarkan kejadian tersebut dengan berkata: “Itu main-main saja sebenarnya. Bercanda sesama penyair”.

Kedua, cerita SCB sendiri dalam suatu obrolan di Taman Ismail Marzuki (TIM). Asal mula julukan itu muncul saat dirinya tampil baca puisi pada sebuah acara besar sekitar tahun 1970-an. SCB muncul menggunakan konstum ala Soekarno, tetapi bukan tongkat komando yang dibawa, melain botol bir. Dalam prolognya dia menyebut diri sebagai “presiden puisi”. Pada obrolan tersebut, SCB mengaku jika itu hanya main-main alias “presiden tanpa negara”, publik saja yang menganggapnya serius. Namun katanya, “sesuai tidaknya sebuah julukan pada diri kita, tergantung pada publik yang memandangnya”. Apa publik mengangguk atau justru menertawakannya.

Layakkah Sutardji menjadi Presiden Penyair Indonesia?

Dua versi cerita di atas bisa jadi adalah serangkaian peristiwa, entah mana yang lebih dulu, misalnya, sebelumnya SCB tampil baca puisi yang memukau dan menyihir penonton sekitar tahun 1970-an itu, Abdul Hadi lebih dulu bilang padanya sebagaimana pernyataan di atas, atau bisa juga sebaliknya. Namun bisa jadi juga dua peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang berbeda, apalagi dengan adanya perbedaan frasa antara ‘presiden penyair’ dan ‘presiden puisi’ yang terlontar dari keduanya.

Terlepas dari itu semua, jabatan puitik SCB sebagai ‘presiden penyair Indonesia’, SCB telah menjadi presiden yang lebih lama dari Soeharto bila dihitung dari tahun 70-an. Pertanyaannya sekarang; layakkah gelar itu untuk SCB? “Tidak layak! Mengingat nama besar Sutardji mewarnai perpuisian Indonesia selama ini, harusnya dia mendapat gelar yang lebih dari sekadar ‘presiden!” Kata Sitok Srengenge pada acara Sastra Pelataran ke-7 Semarang di Jawa Tengah pada 5 Mei 2017. Sementara itu, kritikus sastra Dami N. Toda dalam “Wawasan Estetik Perpuisian Indonesia” –andai perpuisian Indonesia adalah sepasang mata- menempatkan SCB sebagai mata kiri dan Chairl Anwar sebagai mata kanannya.

Jakarta, 14 Juni 2019

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.