Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Puisi-Puisi Marzuli Ridwan Al-bantany

Puisi-Puisi Marzuli Ridwan Al-bantany

KAWACA.COM | Marzuli Ridwan Al-bantany, adalah penyair, cerpenis dan esais, bermastautin di Bengkalis, Riau. Ia dilahirkan di Bantan Air, di utara pulau Bengkalis yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka pada 16 September 1977. Putra pertama pasangan almarhum/almarhumah Ridwan dan Siti Markonah ini, pendidikan SD (1990) dan MTs (1993) diselesaikannya di kampung kelahirannya. Sementara pendidikan SLTA (MA YPPI) ditamatkannya di Bengkalis pada tahun 1996. Sedangkan pendidikan S1 diselesaikannya di Fakultas Syariah IAIN SUSQA Pekanbaru tahun 2002. Sebagai seorang sastrawan, suami Junita S.Pd.I serta ayah dari anak-anaknya: Azrin Nursyafitri, Azni Nurhikmani dan Azkiyatun Nursafira ini, aktif menulis sejak bergabung menjadi wartawan liputan Bengkalis pada tahun 2005 lalu. Tulisannya berupa cerpen, puisi maupun artikel/opini serta esai sastra, pernah dimuat di sejumlah media cetak maupun elektronik. Sebagai penulis, dia juga pernah diminta untuk menuliskan endorse serta kata pengantar untuk sejumlah buku puisi yang diterbitkan oleh penyair-penyair Ahli Jom Sastera di Malaysia. Buku kumpulan puisi tunggal perdananya berjudul Menakar Cahaya (FAM Publishing, 2016). Selain itu karya-karya sastranya, khususnya berupa puisi juga pernah dibukukan dalam sejumlah antologi, antara lain: Di Bawah Pohon Willow (Penerbit Genom, 2016); Ayah, di Bahumu Aku Bersandar (FAM Publishing, 2016); Yang Membuka Pintu Surga (FAM Publishing, 2016); Darah Juang (SSAN dan Penerbit Rumah Kita, 2016); Untukmu Satu Nama (Kaifa Publishing, 2016); Mendengar Angin Berbisik (Sigi Media Publisher, 2016); Setanggi Junjungan (FAM Publishing, 2017); antologi musikalisasi puisi Serangan Perlawanan (SSAN dan Penerbit Rumah Kita, 2016), 999, Sehimpun Puisi Penyair Riau (2018), Menapak Waktu (Rose book, 2018), Jejak Silam (Rose book, 2018), Ada Puisi dalam Secangkir Kopi (Penerbit Aden Jaya, 2019), Indonesia Tanah Air Beta (Penerbit Aden Jaya, 2019), dan Antologi Puisi Jazirah Jilid 2 Segara Sakti Rantau Bertuah (Tare Books, 2019) dan sejumlah antologi puisi lainnya. Kini, lelaki yang biografi dirinya turut terangkum dalam buku Ensiklopedi Penulis Indonesia, Jilid 6 (FAM Publishing, 2016), serta telah menerbitkan sebuah buku kumpulan cerpen berjudul Burung-Burung yang Mengkapling Surga (FAM Publishing, 2018) dan sebuah kumpulan esai berjudul Menuju Puncak Keindahan Akal Budi (Penerbit Aden Jaya, 2019), telah menyatakan tekad yang kuat dan memutuskan diri untuk selalu menulis – menebar kebaikan lewat karya-karya sastra yang dihasilkannya.


Puisi-Puisi Marzuli Ridwan Al-bantany

Ketika Kita Tua Nanti

Jika kau bertanya apa yang akan kulakukan
ketika kita tua nanti, maka akan kulukis
cinta di awan-awan nan berarak, 
lalu menjadi kuncup-kuncup melati yang
indah; saban hari akan kutulis juga sebaris
puisi dan kuhadiahkan kepadamu.

Kau tersenyum dan menatapku dengan
lembut. dan di saat itu, kita benar-benar
berdiri di penghujung senja, pada usia yang
tak lagi muda belia. 

2018


Duka Semalam

semalam
duka itu menjalar ke matamu
ke seluruh tubuhmu
begitu deras
begitu hempas

semalam
dukamu meninggalkan tangis
di kaki-kaki senja yang manis
sedang nestapa tak sekejap pun berlalu
menangkup cerah langit impianmu

kau terkapar memeram murka
tak kuasa menanggung siksa

dan hari ini ingin kau padamkan semua
nyala-nyala api yang berkobar manja
di setiap sudut jiwa
diselimuti rupa noda

2019


Tentang Sebatang Pohon Mangga di Belakang Rumah Kita

sebatang pohon mangga di belakang
rumah kita
kini rimbun daunnya
buahnya pun lebat, selebat hati kita
di pangkal hari yang cerah ini.
lihatlah di cabangnya itu, masih
kau temui buai kecil mengayun sepi
tempat anak-anak kita dulu bermain,
berhibur kala lelah meniti tangga-
tangga hari

aku masih ingat betapa saat
pertama kali kita menanamnya dulu
dengan sekebat ingin dan harapan 
yang tumbuh di hati dan jiwa kita,
mewangi bagai kembang-kembang
yang rekah;
aku juga masih ingat betapa kau
bermandi peluh
saat menyusun bilah-bilah meranti demi
ayunan anak-anak kita itu.
kau menemaniku, memaku dan 
mengikatnya dengan tali-tali cinta

setiap sore anak-anak kita
menghabiskan waktunya di bawah
pohon itu, 
walau kadang sekedar untuk melepas
lelah dan beristirah dari bisingnya
wajah kota,
apalagi debu-debu kehidupan yang 
saban waktu menjelma
menusuk-nusuk panca indera dan
prinsip hidupnya

sebatang pohon mangga di belakang
rumah kita,
sampai kini menyimpan harum
dan manisnya kenangan
apalagi bila kau hidangkan sebutir buahnya
yang ranum dengan penuh cinta di wajahmu
: dengan kedua tanganmu yang tampak
mulai layu dan mengering dijerang
terik matahari dan bilangan hari
yang tak henti berpacu;
tapi bagiku itu adalah surga
tempatku menemukan indah dan bahagia
setelah puas dihentak-hentak waktu,
warna kehidupan yang membuatku lena
dan terlelap di peluk manisnya

sampai kapanpun aku ingin
kau merawat pohon mangga kesayangan kita 
itu
dengan seluruh cintamu;
aku pun tak ingin kau jauh dari dekapan
duniaku,
lebih-lebih lagi dalam tatap kasih di surgaNya
kelak.
sebab selamanya kuingin kau di sisi
menyanyikan lagu rindu dan semua
kenangan bersamamu

2019

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.