Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Buku: Sepisau Rindu – Alvin Sul Vatrick

Buku: Sepisau Rindu – Alvin Sul Vatrick

Buku Sepisau Rindu – Alvin Sul Vatrick

Kata Pengantar


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam budaya dan sastra nusantara.
      Terima kasih kepada-Nya, sungguh adalah sebuah kebahagiaan yang merupakan anugerah dari Sang Maha Esa, telah memberi nikmat tiada tara kepada saya sehingga dapat menyelesaikan proses penerbitan buku kumpulan puisi ini.
      Puisi adalah karya sastra yang menarik tetapi rumit, tapi di balik kerumitannya tersimpan keindahan. Telah banyak puisi tercipta, namun selalu masih ada hal-hal yang terasa belum terungkapkan. Hingga puisi pun terus lahir dari waktu ke waktu tanpa henti.     
      Keseluruhan karya puisi dalam “Sepisau Rindu” adalah sebuah ilham dari alam dan semesta-Nya yang kudiksikan menjadi untaian puisi sederhana. Sebagaimana judulnya, karya dalam buku ini mengungkapkan tema rindu. Kupilih rindu, karena sepanjang usia yang kulewati bergumul dengan kerinduan bahkan hingga tulisan ini kubuat. Ungkapan kerinduan yang terkemas dalam aneka warna bahasa puisi, rindu yang lebih luas dari semesta alam.
      Ungkapan terima kasih setinggi-tingginya kepada Ibu saya Hj. Husniah, S.Pd.I, Ibunda Dra. Hj. Rakhmawati guru Bahasa Indonesia semasa SMA yang telah memberi ilmu tentang puisi. Bunda Hardyanti Hamka, SE yang banyak memberi inspirasi.
      Semoga buku kumpulan puisi “Sepisau Rindu” ini dapat menginspirasi dan layak menjadi bacaan yang baik. Mari kita lestarikan Sastra Puisi Indonesia dengan berkarya!

Penulis
Alvin Shul Vatrick

Endorsemen

Sebuah Penegasan
Oleh Embie C Noer


      Membaca kumpulan puisi “Sepisau Rindu” karya Alvin Shul Vatrick laiknya kita membaca mantra. Sebuah mantra yang diperuntukkan bagi jiwa muda sesuai usia penyairnya ketika sang jiwa ingin menyampaikan sebuah pesan penegasan, bahwa hidupnya kini sendirian tersesat di hutan belantara rindu.
      Oleh hal itu maka dalam “Sepisau Rindu” kata rindu pun lalu terurai menjadi serpihan-serpihan rindu yang berupa hening, sunyi, sepi, langit, gerimis, malam, kenangan, bidadari, surga, pelabuhan, mimpi, dan sederet serpihan perih lainnya.
      Mengapa seorang penyair mudah terpesona pada penderitaan yang biru semacam itu? Boleh juga pertanyaan ini dijawab dengan pola jawaban maskulin; bahwa pada kulit paling luar, seorang penyair adalah seorang yang amat sangat cengeng, kemudian di lapisan-lapisan selanjutnya berangsur-angsur dirinya menjadi tegar sampai akhirnya di lapisan terdalam seorang penyair ada di danau keheningan rasa pikir yang bening. Suatu kondisi spiritual paling tinggi derajatnya dan paling menyengsarakan dikarenakan di lapisan itu, seorang penyair berhadapan dengan dunia yang lebih luas ketimbang daun kelor bahkan luas samudra sekalipun; sementara di sisi lain dia berhadapan dengan dirinya yang semakin kejam mengadili setiap kata sebelum kata dia loloskan untuk dituliskan. Karena moral dasar kepenyairan di lapis ini adalah menghindari penghamburan kata, makna, bunyi dan suara yang hanya sekedar kata, sekedar makna, bunyi dan sekedar suara.
      Kumpulan puisi “Sepisau Rindu” adalah bukti yang indah dari potret seorang penyair yang tengah berada dalam lapisan cengeng. Salahkah kecengengan? Sama sekali tidak karena cengeng adalah pintu masuk pada dunia kepedihan yang lebih dalam lagi. Lapisan luar ini pasti dan harus dilalui oleh seorang penyair. Tinggal lagi, punyakah si penyair nyali untuk menembus kerinduan yang lebih dalam dan lebih getir lagi? Sumber dan saripatinya rindu. Alvin Shul Vatrick, jika dicermati dari semangatnya yang sangat ‘metal’ besar harapan kelak dirinya mampu menembus lapisan rindu berikutnya.
     Untuk para pembaca, cobalah baca kumpulan puisi ini berulang-ulang dan rasakan efek mantranya. Sebuah pengulangan yang bertubi-tubi dari sebuah penegasan, betapa menderitanya jiwa tatkala ia dipenjara oleh rindu, hening, sepi, malam, mimpi, dst ....

Jakarta, 13 Januari 2017


Antara Kahlil Gibran dan Alvin Shul Vatrick
Oleh Bambang Oeban

Rindu ...
mata pisau
penyayat kalbu
karena jiwamu
aku mengilu kasihku .
      Karya puisi bukan lagi bacaan asing bagi para penikmatnya di permukaan jagad raya. Bahkan puisi bernapaskan kerinduan yang ditimbulkan dari kekuatan cinta, menjadi sajian menarik dari masa ke masa, tak pernah pupus, sangat digemari bagi usia baru bercinta hingga dewasa, tengah dihadapkan kendala seakan sulit untuk melepaskan dari jiwanya dan terbelenggu pada kesensitifitasan.                             
      Sebuah rangkai bahasa yang mampu melarutkan jiwa dan pikiran ke alam dimensi memabukkan. Apalagi tema yang disajikan tentang perasaan dengan aroma rindu begitu menukik ke dasar samudra keresahan, begitu bergejolak.
      Apabila kita meruntut jauh ke belakang bagaimana seorang penyair Kahlil Gibran berkelahiran Lebanon, begitu lunak dan mencengkeram jiwa setiap karyanya ketika membahasakan larik-larik puisi, meracik isian kerinduan begitu cermat dengan ketersiratan makna menuai hikmah dan mampu merangsang gairah, sehingga kepedihan tidak lagi merupakan sebuah siksaan batin, melainkan satu kenikmatan yang tidak melahirkan penyesalan, juga tak berdampak pada hikmah kedendaman.
      Pada gilirannya, aku tersuguhkan kumpulan puisi “Sepisau Rindu” karya Alvin Shul Vatrick, sebagaimana aku mesti berpikir bening tanpa intervensi, mencoba menghayati alam imajinasi memberikan penilaian tanpa penghakiman. Tentulah dengan nalar serta berorientasi obyektif.
      Bukan maksud untuk memperbandingkan siapa yang lebih hebat dan dikenal, antara karya fenomenal Kahlil Gibran dengan karya-karya puisi Alvin Shul Vatrick berkelahiran Keppe Luwu, Sulawesi Selatan berkadar lokal, tidaklah demikian adanya. Lagi pula rentang ruang dan waktunya, berjarak teramat jauh. Malahan, aku menangkap nuansa aura yang berbeda. Di mana pengungkapan Kerinduan bagi Kahlil Gibran melalui karya puisinya, masih terbilang sederhana dalam hal penggunaan idiom. Sedangkan pada karya Alvin Shul Vatrick, teramat kaya dengan kekuatan dalam memadukan perasaan hati dan pikiran begitu kental mengawinsilangkan dengan alam dan lingkungan. Seakan ia telah menepis jauh keegoan individu, melahirkan karya siratan alami. Apabila kita menerobos lebih jauh lagi, sama sekali ia tidak menyentuh tentang keberadaan Tuhan, tapi justru betapa tingginya pemahaman Alvin Shul Vatrick meletakkan keagungan Maha Karya Tuhan, di atas segalanya. Kemungkinan besar pencapaian Alvin Shul Vatrick dalam melahirkan anak-anak karya puisinya, melalui proses teramat panjang, sejak masa kecil. Di samping keterlatihan dalam penulisan, tentulah seiring dengan perjalanan penikmatan penghayatan yang mengendap di perpustakaan mata batin, membuat kumpulan puisi “Sepisau Rindu” karya Alvin Shul Vatrick, menjadi karya kesemestaan sastra rindu mendunia dalam kekuatan Tuhan. Insya Allah, Amin.

Jakarta, 15 Februari 2017


Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.