Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Buku Bermain Esai karya Maman S Mahayana

Buku Bermain Esai karya Maman S Mahayana

Judul: Bermain Esai 
Penulis: Maman S Mahayana
Cetakan Pertama: Oktober 2018
Penerbit: 
TareSI Publisher & Mahayana Institute
Ukuran: A5, bookpaper, viii + 226 h, softcover, 
Harga: Rp49.000,00
Harga Pre-Order: Rp39.000,00  (1 Oktober - 30 Oktober 201)
Pemesanan: Taresi Publisher (FB) / +62811 1986 73 (WA)

Pengantar Penerbit

Setelah buku Bermain dengan Cerpen karya Maman S Mahayana yang diterbitkan Gramedia tahun 2006 -sayangnya buku tersebut telah habis dan tidak dicetak ulang- kini 2018 giliran kami menerbitkan buku karyanya yang lain, Bermain Esai. Buku ini barangkali diniatkan oleh penulisnya sebagai 'kelanjutan' dari buku Bermain dengan Cerpen. Semoga kami suatu hari nanti bisa menerbitkan ulang buku tersebut sebagai edisi revisi untuk melengkapi koleksi buku para pembaca yang budiman.

Esai adalah wacana yang berada di persimpangan jalan. Sebagai fiksi, ia bertumpu pada fakta empiris, sosiologis, dan historis. Sebagai nonfiksi, ia kerap memainkan segala macam diksi: metafora, analogi, simbolisme, dan majas lain yang dalam karya sastra menempati posisi penting. Stilistika atau semiotika seyogianya dapat dimanfaatkan guna menganalisis wacana esai. Terlepas dari perkara itu, esai menyimpan banyak hal: kritik, pemihakan, kemarahan, kejengkelan, empati atau bahkan ideologi. Di situlah kemenarikan esai mendapat batu uji: persuasi agak gombal atau menggoda secara mengasyikkan.

Esai-esai dalam buku ini entah termasuk kategori persuasi atau menggoda. Pembacalah yang berhak menentukan. Meski begitu, sebagai bahan untuk memasuki permainan esai, ia menyebarkan aroma inspirasi. Penuturannya cair dan ringan; pilihan katanya nyantei dan rileks; dan rasa bahasanya renyah, tanpa perlu penyedap rasa. Maka, esai-esai dalam buku ini, sering kali menyihir dan menggemaskan.

Maman S Mahayana, bagi masyarakat sastra, tentu tak terlalu asing lagi. Ia dikenal luas sebagai kritikus sastra yang prolifik. Penerokaannya tajam. Perangkat datanya kuat, meski terkadang juga kontroversial. Esai-esai yang terhimpun dalam buku ini menawarkan pesan-pesan tersebut. Atas pertimbangan itulah sekaligus rasa bangga, kami tertarik menerbitkan dan menawarkannya kepada publik pembaca. Selamat Bermain Esai!

Jakarta, 1 Oktober 2018


Pengantar Penulis

Ya. Menulis itu menyenangkan. Setidak-tidaknya, ia berfungsi sebagai katarsis. Seperti saluran air, jika ia mampat, akan timbul banyak masalah. Air luber ke mana-mana. Toilet mangkrak, tak dapat digunakan lagi. Untuk melancarkannya, paralon mesti diganti; atau kerak-kerak yang menempel dan menghambat saluran air, mesti dibersihkan. Begitulah. Beban pikiran, stress, kejengkelan yang terpendam atau kemarahan yang tak tersalurkan, tak berbeda dengan saluran air yang mampat. Ia mesti keluar, ngocor lancar.

Pikiran dan beban perasaan, seyogianya juga punya saluran yang tepat. Tidak perlu kita berteriak mengumbar kemarahan dengan menyemburkan kosakata kebun binatang atau isi toilet. Cukuplah kita mengeluarkannya lewat tulisan yang sebaik-baiknya. Mau nulis cerpen, puisi, atau esai, silakan. Yang penting kita punya saluran yang memungkinkan orang lain ikut bahagia. Kan, jadinya asyik bagi semuanya.

Konon, sumber segala penyakit dalam diri manusia itu tidak lain adalah pikiran kotor dan perasaan busuk. Maka, sebelum kekotoran dan kebusukan itu menyebar jadi penyakit jantung, stroke, stress berat atau frustasi yang berkelanjutan, bersihkanlah, keluarkanlah, lepaskanlah lewat cara yang paling mudah dan murah: menulis! Berdasarkan cerita pengalaman para pengarang hebat, seperti Abdul Hadi WM, Achdiat Karta Mihardja, Ajip Rosidi, Pramoedya Ananta Toer, Sapardi Djoko Damono, Rida K Liamsi, Sutardji Calzoum Bachri, Taufiq Ismail, dan entah siapa lagi, kegiatan menulis (dan membaca), adalah olah pikir dan olah rasa yang berfungsi menjauhkan dari kepikunan; menjaga pikiran dan perasaan tetap bugar!

Jika perut begah, terasa nyesek, atau kita ditimpa masuk angin, kentut dan sendawa adalah output yang dapat membuang udara kotor dalam perut. Bunyi kentut itu pret atau perepet; suara sendawa itu eu atau eureuleu, tak jadi soal. Yang penting, udara dalam perut keluar. Nah, begitu rasanya jika kita menulis lantaran kita dilanda problem yang menggelisahkan. Begitu selesai menulis, rasanya plong. Ada kotoran dan kebusukan dalam pikiran dan perasaan yang keluar dalam wujud produk tulisan.

Satu analogi lagi dapat disebutkan di sini. Jika kita hendak bersin, dan mulut bersiap-siap mengeluarkan suara hacim atau hacem, tetapi suara itu gagal keluar atau batal muncrat dari mulut, apa yang kita rasakan? Kejengkelan! Tetapi, jika mulut sukses mengeluarkan suara itu, rasanya lepas merdeka. Nah, menulis juga memunculkan perasaan lepas merdeka semacam itu. Meskipun proses menghasilkan tulisan tidak seperti hendak kentut atau bersin, perasaan yang muncul seketika ada mirip-miripnya. Bahkan, jauh lebih plong yang lepas-bebas dan merdeka! Itulah salah satu alasan saya tidak hendak menghentikan kegiatan menulis (dan membaca).

Berbagai esai yang terhimpun dalam buku ini, hakikatnya juga semacam katarsis. Melihat serangkaian peristiwa yang terjadi di masyarakat, membaca situasi politik atau munculnya keriuhan ujaran kebencian, hoax, dan kenyinyiran para penggembiranya, kerap membuat kita marah, jengkel atau nyesek. Kita tak dapat berbuat apa-apa selain menonton ulah mereka. Oleh karena itu, perlawanan, protes atau kemarahan kita, paling efektif disalurkan lewat tulisan. Bahwa tulisan itu ada pengaruhnya atau tidak bagi publik, ya tidak apa-apa. Itu perkara belakangan. Yang penting, kita telah menyuarakan sikap kita.

Begitulah, menulis esai adalah arena yang paling mungkin kita ceburi. Maka, bermainlah dengan esai.

Sejumlah besar esai dalam buku ini pernah dimuat beberapa surat kabar ibukota, terutama Kompas, Media Indonesia, majalah Horison dan media massa lainnya. Sebagiannya lagi berasal dari makalah atau esai yang tersimpan dalam blog: mahayana-mahadewa.net yang kini sudah almarhum. Sebelumnya, esai-esai itu sudah saya terbitkan dalam buku Esai-Esai Pemantik (2017), tetapi karena pihak penerbit tidak bersedia mencetak ulang, maka saya kumpulkan lagi dan saya tambahkan satu bagian yang berisi penghormatan saya pada para sastrawan yang telah memberi inspirasi. Itulah sebabnya, penyusunan esai-esai ini terbagi ke dalam empat bagian. Tujuannya sebagai usaha memudahkan sidang pembaca menangkap benang merah keseluruhan gagasan yang terhimpun dalam buku ini. Sangat mungkin ada pengulangan gagasan. Ya itulah risiko menyusun antologi esai. Jadi, maklumi saja.

Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada Saudara Sofyan RH. Zaid dan Indra Kusuma yang bersedia menerbitkan kumpulan esai ini melalui TareSI Publisher. Semoga buku ini memberi sumbangan berarti bagi khalayak sidang pembaca.

Bojonggede, 1 Oktober 2018
Maman S Mahayana

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.