Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Keturunan ke-4 R.A. Kartini dan Rasanya menjadi Anak Pingitan - Sofyan RH. Zaid

Keturunan ke-4 R.A. Kartini dan Rasanya menjadi Anak Pingitan - Sofyan RH. Zaid

oleh Sofyan RH. Zaid

KAWACA.COM - Di Workshop Reusing dan Writing “Surat-surat Kartini menjadi Monolog”, Aula SUDIN PKJU yang diadakan oleh Maura bekerja sama dengan Dinas Suku Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jakarta Utara (18/4/19), saya menjadi pembicara bersama Maya Azeezah, Heru Antoni, Askar KRT, dan Eki Thadan sebagai moderator.

Di acara itu pula, saya bertemu keturunan ke-4 R.A. Kartini yang dihadirkan oleh panitia, namanya R.A.Trinilia Diah Kusuma Ningrum. Trinilia ternyata sudah lama berteman dengan Maya Azeezah. Dia tinggal di Bekasi dan masih kuliah di Jurusan Farmasi, UHAMKA. 

Dia pun memberikan sambutan sebagai keturunan Kartini, dan terjadilah tanya jawab dengan peserta yang terdiri dari pelajar dan anggota berbagai komunitas. Sambutannya diakhiri dengan banyaknya permintaan foto bersama oleh peserta.



Selepas acara, saya ngobrol dengannya. "Seperti yang disampaikan tadi, saya juga merasakan, Mas, bagaimana rasanya menjadi anak pingitan," paparnya dengan wajah sedih.

"Berlalu sudah! Masa muda yang indah sudah berlalu!" Demikian Kartini pernah menulis surat Rosa Manuela Abendanon-Mandri tahun 1892 saatnya usia bari 13 tahun untuk mengabarkan detik-detik di mana dia harus menjadi anak pingitan selulusnya dari SD (Europeesche Lagere School). Segala bujuk rayu tidak bisa mengeluarkan Kartini dari dunia sempit, rumahnya sendiri sebagaimana tradisi Jawa pada masa itu, pingitan. Itulah yang juga pernah dirasakan keturunannya, R.A.Trinilia, bahkan di masa modern seperti zaman sekarang.

Dalam KBBI, pingitan bermakna "yang dipingit" alias dikurung di dalam rumah dengan segala aturannya karena alasan cinta dan kasih sayang keluarganya yang besar sampai menjadi kekhawatiran yang berlebihan. Takut si anak hilang, diperkosa orang, terjerumus ke dalam pergaulan bebas, melakukan s3ks pranikah dengan pacar, dan lain sebagainya.

Sebenarnya, menjadi anak pingitan sama dengan anak-anak normal pada umumnya. Dia hanya tidak boleh melangkah keluar dari pagar rumah. JIka dia ingin bertemu temannya, hanya menunggu dikunjungi. Tujuan dari prosesi anak pingitan ini, selain menjaga keselamatan si anak, juga persiapan untuk menjadi perempuan dan istri yang taat suami.

Akhirnya, kami pun berpisah setelah saya tanya: "Apa kamu juga menulis seperti Kartini?" Dia spontan menjawab: "Iya dong, Mas, tetapi belum pede saja untuk publikasi."

Jakarta, 21 April 2019

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.