Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Redefinisi Klasifikasi Kredit UMKM - Ascarya & Yulizar D. Sanrego

Redefinisi Klasifikasi Kredit UMKM - Ascarya & Yulizar D. Sanrego

Redefinisi Klasifikasi Kredit UMKM
oleh Ascarya
Senior Researcher Pusat Pendidikan dan Studi Kebangsentralan – Bank Indonesia
&
Yulizar D. Sanrego
Kepala Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) STEI Tazkia

KAWACA.COM | Sudah banyak penelitian maupun artikel yang mendiskusikan hubungan positif antara UMKM dan pertumbuhan ekonomi, peran UMKM terhadap pengentasan kemiskinan maupun perannya dalam menyerap tenaga kerja. Dibandingkan dengan usaha yang berskala besar, UMKM terbukti lebih tahan dan resisten terhadap krisis ekonomi (Tambunan, 2004).

Beberapa data dan informasi menunjukkan kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional. Sebagaimana yang diungkap oleh Agus Suman dalam harian ini 5 Mei 2008, kontribusi UMKM terhadap PDRB Indonesia mencapai 56.7 persen. Bandingkan dengan kontribusi yang bersumber dari ekspor nonmigas yang hanya mencapai 15 persen. Lebih dari itu UMKM juga memberikan kontribusi sebesar 99.6 persen dalam penyerapan tenaga kerja.

Terlepas dari pencapaian positif UMKM tersebut, penulis berpendapat bahwa pernyataan peran UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi bernada generalisasi (sweeping statement) dan perlu dikritisi lebih lanjut khususnya yang berkenaan dengan klasifikasi kredit UMKM.

Klasifikasi Kredit UMKM
Sesungguhnya UMKM di Indonesia terdiri dari tiga kelompok yang berbeda; usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah. Dalam konteks peran UMKM terhadap perekonomian perlu adanya upaya analisis kritis terhadap komposisi dan kontribusi masing-masing kelompok terhadap perekonomian tersebut. Kelompok manakah selama ini yang mempunyai peluang besar dalam mendapatkan kredit atau pembiayaan. Betulkah komposisi kredit atau pembiayaan tersebut mengakomodir kebutuhan pembiayaan masyarakat berpenghasilan rendah (low-income society).

Pertanyaan-pertanyaan tersebut bukan berarti tanpa alasan argumentatif. Dengan merujuk kepada definisi Micro credit Summit (1997), dimana kredit mikro adalah “programs extend small loans to very poor for self-employment projects that generate income, allowing them to care for themselves and their families”, maka batas klasifikasi kredit mikro sampai dengan Rp 50 juta perlu direview dan dikritisi dengan cermat. Masih banyak masyarakat berpenghasilan rendah yang hanya membutuhkan kredit atau pembiayaan sebanyak Rp 300.000 sampai Rp 1 juta. Dibandingkan dengan Grameen Bank yang didirikan oleh Dr Muhammad Yunus, mereka memberikan pembiayaan bagi usaha-usaha mikro tidak lebih dari USD200 (Rp 1.82 juta dengan nilai kurs Rp 9100 = USD1).

Dalam kesempatan ini penulis berpendapat bahwa klasifikasi kredit UMKM khususnya untuk usaha mikro tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat Indonesia yang berpenghasilan rendah. Data Yayasan Peramu Bogor menunjukkan bahwa kredit atau pembiayaan usaha mikro yang diberikan berkisar antara Rp 300.000 sampai Rp 1 juta atau rata-rata pembiayaan sebesar Rp 300.000. Jika data tersebut dibandingkan dengan data Bank Indonesia dimana rata-rata kredit mikro adalah sebesar Rp 58 juta, maka bisa disimpulkan bahwa kredit yang selama ini didistribusikan belum menyentuh dan menjawab kebutuhan masyarakat.

Kesimpulan diatas juga didukung oleh data Bank Indonesia yang lain terkait dengan kemampuan usaha mikro untuk mendapatkan akses kredit dari investor atau lembaga keuangan berdasarkan izin usaha. Beberapa isu populer yang menghalangi usaha mikro untuk mendapatkan kredit adalah legalitas usaha, akses terbatas kepada institusi keuangan formal termasuk adanya jaminan (collateral). Dari sisi inilah, penting bagi pemerintah untuk mempermudah persyaratan, menyederhanakan proses, dan meniadakan biaya-biaya tidak jelas untuk mendapatkan izin usaha. 

Redefinisi Klasifikasi Kredit
Dengan mencermati gambaran dan permasalahan dalam kontek klasifikasi kredit diatas, maka penulis menilai perlunya klasifikasi baru dalam batas pemberian kredit. Klasifikasi kredit tersebut bisa dimulai dari kredit super mikro sampai dengan Rp 5 juta, kemudian kredit mikro Rp 5 juta sampai dengan Rp 50 juta, kredit kecil Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta dan kredit menengah Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 milyar. Tentunya, klasifikasi baru ini diharapkan dapat menjangkau dan menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia yang miskin atau berpenghasilan rendah.

Sebagaimana tercantum di dalam tabel, izin usaha dan jaminan untuk usaha super mikro seharusnya tidak disyaratkan dalam proses aplikasi kredit atau pembiayaan. Hal demikian dikarenakan mayoritas usaha super mikro masuk pada kategori usaha informal. Namun demikian syarat-syarat aplikasi tersebut bisa digantikan dengan jaminan dari lembaga underwriting. 

Klasifikasi Usaha mikro baru sama dengan klasifikasi lama, dimana aset berkisar Rp10 – Rp100 juta dan batas kredit berkisar Rp5 – Rp50 juta dengan syarat izin usaha dan jaminan bersifat opsional. Demikian pula halnya dengan klasifikasi baru untuk kecil dan menengah yang sama dengan klasifikasi lama. Ketika sebuah usaha atau perusahaan tumbuh lebih besar dari klasifikasi menengah, maka dikategorikan bebas dari pendampingan. Sampai tahap ini usaha atau perusahaan tersebut sudah memiliki izin usaha dan dalam bentuk lembaga usaha formal yang sudah bankable. Bentuk klasifikasi kredit baru ini diarahkan untuk bisa membantu setiap level usaha mencapai level berikutnya.

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.