Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Menciptakan Tradisi Keilmuan dalam Keluarga Muslim

Menciptakan Tradisi Keilmuan dalam Keluarga Muslim

oleh Syaifurrahman Mahfudz


Menciptakan Tradisi Keilmuan dalam Keluarga Muslim

Setiap manusia memiliki watak dasar yang baik. Manusia juga diberikan naluri sosial dalam menyerap makna-makna kemanusiaan yang senantiasa mendambakan hadirnya rasa cinta, kedamaian dan ketenangan di lingkungannya. Karena lingkungan terdekat itu adalah keluarga, maka menjadi keharusan untuk memperkuat ikatan keluarga  yang berlandaskan ajaran agama. Apalagi kita hidup dengan beragam informasi dalam jumlah yang begitu banyak secara bersamaan telah menyita perhatian dan tanggung jawab utama kita. Alih-alih  bisa efektfif dalam memanfaatkan waktu, mengutamakan yang prioritas pun bisa terbengkalai. Padahal, hidup dalam pandangan Islam adalah pertanggungjawaban. Bagaimana mungkin kita mempertanggungjawabkan apa yang kita lakukan, jika kita tidak memiliki ilmu atas apa yang menjadi pilihan hidup kita sehari-hari. Karena itu, Islam mewajibkan setiap Muslim untuk menuntut dan mencintai ilmu. 

Abu Bakar Jabir Al-Jazairi dalam kitabnya Al-‘Ilmu wal ‘Ulama mengutip pernyataan seorang ahli hikmah menganai pentingnya ilmu ini. “Ilmu seseorang adalah anaknya yang kekal.” Mush’ab bin Zubair radhiyallahu ‘anhu berwasiat kepada anaknya, “Wahai anakku, tuntutlah ilmu, karena ilmu akan menjadi keindahan jika kamu memiliki harta, dan ilmu itu akan menjadi harta jika kamu tidak memiliki harta.”  Ilmu juga akan menjadi penentu kualitas agama seorang Muslim. Dengan kata lain, bagus tidak agamanya ditentukan oleh lurus tidaknya ilmu yang dimiliki. Juga sebuah hadist  yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bersabda, “Tidak ada seorang yang berusaha mencari sesuatu seperti keutamaan ilmu yang dapat memberikan petunjuk kepada pemiliknya atau mengangkatnya dari kehinaan, dan tidaklah seseorang akan lurus agamanya hingga lurus ilmunya.” (HR. Thabrani).

Tidak ada yang keliru dalam setiap pesan Nabi SAW, karena dialah sejatinya manusia terbaik yang memberi sebaik-baik keteladanan dalam kehidupan keluarga. Dr. Nizar Abazhah (2009) dalam Fî Bait ar-Rasûl mengingatkan “Setiap situasi dan peristiwa penting yang terjadi di rumah Nabi adalah teladan bagi setiap insan, laki-laki maupun perempuan”. Juga dalam dirinya terangkum seluruh riwayat kehidupan manusia: yatim, miskin dan terusir, seorang bapak sekaligus seorang suami, kaya, sakit, akrab, dan sebagainya. Itulah Nabi SAW.  

Dengan ini semua, menuntut  ilmu harus menjadi tradisi setiap keluarga muslim. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu agama yang dengannya kita tahu apa yang diperintahkan-Nya dan apa yang dilarang-Nya. Dengan ilmu itu pula kita tahu apa yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW dan mana yang bukan. Berkeluarga adalah kehidupan orang dewasa, yang memerlukan kearifan sikap dan keluasan ilmu. Tidak berlebihan jika dikatakan untuk meraih indahnya keluarga, kita butuh ilmu syar’i baik bagi istri ataupun suami yang notabene sebagai qawwam (pemimpin) bagi keluarganya. 

Ilmu juga yang akan menjadikan pemiliknya senantiasa merasa takut kepada Allah SWT. “Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah orang yang berilmu (ulama)….” (Fathir [35]: 28).  Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu berkata, “Belajarlah ilmu, sebab mempelajari ilmu karena Allah adalah takut kepada-Nya dan menuntut ilmu adalah ibadah, mudzakarah-nya (mengingat-ingatnya) adalah tasbih, dan mencarinya adalah jihad (perjuangan), mengajarkannya adalah sedekah, dan mencurahkannya kepada ahlinya adalah kedekatan (kepada Allah).”  

Semoga kita dapat meniti jalan dalam pencarian ilmu  dengan membangun tradisi keilmuan dalam kehidupan keluarga kita. Sebab ilmu dan keluarga seharusnya tidak pernah terpisah, agar keindahan islam dalam hidup kita tidak hanya sebatas ‘katanya’, namun kita benar-benar ‘mengalami’ dan merasakannya.

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.