Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Puisi dan Ruang Terpencil dalam Diri - Emi Suy

Puisi dan Ruang Terpencil dalam Diri - Emi Suy

Puisi dan Ruang Terpencil dalam Diri

Pengantar singkat atas Antologi Puisi Point Nemo

Emi Suy



SESEKALI saya termenung ketika membaca bait, larik, atau kata pada puisi-puisi ini. Keningku berkerut, seakan jauh berfikir tentang segala hal yang mungkin terjadi. Perasaan yang menghadapkan kembali antara aku dan sunyi diriku; ruang penuh tafsir dan makna yang membuatku terserap begitu rupa, ruang percakapan tersembunyi, ruang metafora tempat berbagai “pesona” dunia telah lahir untuk para penyair dan kembali akan melahirkan “penyair”.

Kita tahu bahwa ruang penuh tafsir dan makna itu amat terpencil di dalam diri masing-masing, sehingga begitu sulit dipahami/ditangkap dan amat susah payah untuk diungkapkan/diekspresikan. Bisa jadi kesulitan itu sebab keterbatasan bahasa, pengetahuan, atau barangkali kita yang tak kuasa menampung “rasa”-nya.

Penyair membuat puisi seakan desis yang menyiratkan berbagai rahasia yang tengah terjadi atau bahkan baru akan tiba, keduanya mungkin akan tersingkap setelah lama sekali menghayatinya. Ketersingkapan itu pada penyair terlihat dari “perkembangan ungkapan” dan “ekspresi kata-kata”-nya seiring ia banyak mengumpulkan pengetahuan-pengalaman (pola-pola) dan memikirkan kata, juga intensi yang tak putus-putusnya dengan puisi.

Kata adalah tanda yang bertarung (kontradiksi) dalam arena makna di mana kehidupan berlangsung. Manusia pada dasarnya membutuhkan makna untuk diletakkan (menandai) pada setiap benda dan peristiwa “yang lain/beda” dalam kehidupannya. Kreatifitas berbahasa seperti suatu keniscayaan untuk manusia. Sehingga hampir pada setiap kita ada suka/kehendak untuk bermain-main dengan bahasa, tidak hanya dalam berkomunikasi sehari-hari tetapi juga untuk menciptakan keindahan ungkapan (seperti syair, sajak, puisi, bahkan curhatan puitis), “tafsir” atas rasa dan pemikiran kita pada berbagai dimensi pengalaman kehidupan.

Puisi memang hidup di ruang terpencil dan dikerjakan oleh segelintir orang yang rela dan senang bergaul dengan kata, tekun dan sabar membuat aneka ragam “kerajinan” dari bahasa. Bagi kebanyakan orang hal tersebut mungkin tidak menyenangkan atau malah dianggap aneh dan tidak berguna. Membuat puisi juga serupa dengan membuat kerajinan atau kreatifitas yang lain, seperti; mengukir kayu, membuat patung, menciptakan komposisi musik, atau melukis figur-figur, dst. Sehingga kita tahu sendiri kegiatan semacam itu selalu sedikit peminatnya bahkan hanya dihubungkan dengan suatu hobi bukannya pekerjaan.

Seperti kerajinan (dalam dunia seni), puisi pun hanya diminati oleh mereka yang senang mengutak-atik kata, asyik membuat “begini untuk begitu”-nya dari kata (ngomong A dengan cara Z). Dan tentu saja yang paling penting, yaitu membaca dan menghayati begini begitu-nya dalam dunia sastra, khususnya puisi di mana dunia para penyair lain dibangun dan dibentuk. Singkatnya, untuk dapat menulis puisi kita harus tahu “pola-pola” yang dipakai puisi baik secara konsep maupun “terjemahan” dan ekspresinya dalam kata-kata langsung atau tertulis, dan terdorong terus menerus untuk “meniru”nya kepada tulisan kita sendiri sampai ke tahap berhasil “menciptakan” kesenangan pribadi atau karakter kita sendiri. Itulah mengapa bagi saya puisi juga adalah seni, dan penyair adalah tukang atau seniman.

Tidak ada penyair yang lahir kecuali oleh panggilan menjadi penyair (panggilan jiwa), tidak ada penyair yang lahir kecuali oleh dan dari membaca penyair sebelumnya, sebab hanya dorongan (niat yang kuat) semacam itu yang membuatnya menempatkan diri di antara tradisi puisi yang ada di dalam bahasa bangsanya (misalnya; bahasa Indonesia).

Saya menyadari bahwa menulis terutama puisi memang pekerjaan yang susah, ada berbagai hal yang kompleks yang sulit sekali diterjemahkan ke dalam bahasa, maka ketika membaca kumpulan puisi ini aku bertanya juga pada diri sendiri; jangan-jangan aku tak sampai pada makna yang penulis maksudkan, atau sebenarnya hanya ada satu makna namun aku terlalu berpretensi atas makna-makna yang mungkin tercipta. Tapi begitulah puisi, tidak selesai hanya oleh penyair dan pembaca, tetapi terus bergerak mencari kata untuk sampai kepada ruang terpencil dalam diri, ruang sunyi.

Rasanya dalam antologi puisi Point Nemo ini, penulis berusaha menemukan benang merah untuk masuk ke dalam labirin bernama “ruang terpencil dalam diri” itu, walaupun ekspresi bahasanya masih mencari kekuatannya yang paling “merdu”, tetapi kegelisahan yang membimbingnya terus mencari itu adalah dorongan yang amat sangat penting untuk suatu saat bisa tiba di dalam tempat paling riuh oleh perasaan tapi juga paling sepi dan hening untuk penghayatan.

Seperti kata pepatah lama: banyak jalan mennuju Roma, banyak pula jalan menuju “rumah puisi” milik kita sendiri, atau dalam istilah penulis menyebutnya point nemo (titik terpencil). Penulis mencoba menempuhnya melalui jalur India (Rupi Kaur, penulis perempuan yang tinggal di Kanada dan puisi-puisinya yang terkenal mengangkat tema feminisme bermula dari akun Instagramnya) dan Lebanon (Khalil Gibran, penyair romantik terkenal dari dunia Arab), mungkin ia akan berbelok ke jalur lain seperti Sapardi Djoko Damono, Jokpin, atau Goenawan Mohamad, atau Dorothea Rosa Herliany dan Toety Heraty, dan sederet penyair Indonesia yang lain. Siapa yang tahu ke depan akan seperti apa, bukan? Tapi saya selalu berharap yang terbaik.

Barangkali sebagai penutup saya ingin mengutip beberapa baris puisi dalam antologi ini: Karena semua tak abadi/dan tak tetap/Berfantasi tentang masa depan/Sendiri sedang terjebak/ pada masa lalu//Mengapa semua begitu rumit(?)/Seperti halnya menulis/semua rasa point nemo//. Pada potongan puisi tersebut penulis menggambarkan secara lugas perasaannya, bahwa; tidak ada yang abadi kecuali yang berubah, khayalan seperti jebakan masa lalu, tidak seharusnya kita membuatnya rumit, seperti juga menulis, semua yang terjadi adalah rasa terpencil di dalam diri, tak terkatakan bahkan dengan puisi, tapi kita senantiasa mencari dan MENCARI.

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.