Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Film yang Dihujat dan Menghancurkan Karir Sutradaranya - Ali Satri Efendi

Film yang Dihujat dan Menghancurkan Karir Sutradaranya - Ali Satri Efendi

Oleh Ali Satri Efendi*


WWW.KAWACA.COM | Kamera menyala. Seperti kedua mata yang baru terbuka. Mata kamera tersebut mengawasi seorang perempuan yang menggoda di pinggir jalan tengah malam. Perempuan itu sadar ia menjadi titik fokus kamera tersebut. Ia pun tetap melakukan pekerjaannya: menggoda. Lantas ia mengajak si mata kamera ke suatu tempat. Sebuah gedung yang mungkin saja biasa ia pakai untuk membawa laki-laki lainnya. Pada sebuah kamar, selagi si perempuan itu mempersiapkan diri, si mata kamera mengeluarkan sesuatu yang tajam mematikan. Sang perempuan menjerit ketakutan. Ketakutan yang bisa ia saksikan sendiri lewat cermin yang seolah menghisap nyawanya.

Perempuan itu bernama Dora, dan ia bukanlah korban terakhir kekejian Mark Lewis. Ya, sedari awal kita telah diperkenalkan pada lelaki canggung, pemalu dan penyendiri tersebut. Mark selalu membawa kamera tuanya kemanapun ia pergi. Ia terobsesi menjadi seorang sutradara. Dan film pertamanya adalah tentang ketakutan wajah-wajah menjelang kematian yang ia rekam langsung sendiri. Ketakutan yang benar-benar nyata.

Film Inggris karya sutradara Michael Powell ini dirilis pada 1960, tahun yang sama dengan dirilisnya film-film horor legendaris lainnya seperti “Psycho” karya Alfred Hitchcock (Amerika Serikat), “Eyes Without A Face” karya Georges Franju (Italia – Perancis), dan “Black Sunday” karya Mario Bava (Italia). Sementara “Psycho” mendapatkan sambutan hangat dari penonton dan mendapatkan 4 nominasi Academy Award, “Black Sunday” merupakan pintu yang terbuka lebar bagi karir Mario Bava, dan “Eyes Without A Face” mendapatkan beragam tanggapan dan banyak di antaranya yang antusias, “Peeping Tom” adalah bencana bagi Michael Powell.

Karir Michael Powell di industri perfilman dimulai sejak tahun 1925. Bekerja dengan bermacam sutradara seperti Rex Ingram dan Alfred Hitchcock. Profesinya sebagai sutradara dimulai lewat film “The Edge of The World” yang dirilis tahun 1937. Sementara masa keemasannya terjadi semenjak ia bekerjasama dengan Emeric Pressburger dan membangun rumah produksi “The Archers” yang melahirkan 19 film, di antaranya “Contraband” (1940), “49th Parallel” (1941, mendapat nominasi Best Picture di Oscar), “One of Our Aircraft is Missing” (1942, Powell mendapatkan nominasi Oscar untuk kategori Original Screenplay), “Black Narcissus” (1947), “The Battle of the River Plate” (1956), dan sebagainya. Kurang lebih, Powell telah mendapatkan 3 nominasi Oscar, dinominasikan Golden Palm dan memenangkan Technical Grand Prize di Cannes Film Festival, memenangkan Silver Bear di Berlin Film Festival, memenangkan Danish Bodil Award, dan lain-lain.

Tahun 1960, Powell memutuskan untuk bekerja sendiri dengan membuat “Peeping Tom”. Sebuah film yang mengangkat voyeurism atau scopophilia. Film ini dianggap kontroversial pada masanya karena gambaran kekerasan dan seksualnya. Berbagai hujatan dilontarkan pada film ini. Sebuah resensi di Tribune bahkan mengatakan,  “film ini harusnya dibuang ke selokan”. Begitu pula dengan nada yang sama keras dari Daily Express, dimana film ini dianggap “lebih memuakkan dan lebih muram dibanding penyakit kusta di timur Pakistan dan got-got Kalkuta.” Film ini juga dianggap mirip dengan “Psycho” tapi dicekal selama bertahun-tahun sehingga gagal di pasaran. Atas berbagai hujatan tersebut Powell sulit untuk berkarya setelahnya dan seakan dikucilkan oleh industri film.

Tapi apa yang dicerca habis-habisan hari ini, bisa saja dikagumi di hari kemudian. Begitulah yang terjadi pada “Peeping Tom”. Film ini mendapatkan status cult di tangan banyak pecinta film horor dan mendapatkan berbagai pujian dari kritikus-kritikus modern. Majalah Total Film dan BFI menempatkan “Peeping Tom” sebagai salah satu film Inggris terpenting sepanjang masa dan juga salah satu film horor terbaik sepanjang masa. Sementara bagi Bravo, salah satu adegan film ini masuk dalam 100 adegan yang paling menakutkan di film horor. Kritikus Roger Ebert pun menganggap film ini sebagai salah satu film terbaik sepanjang masa. Dan film ini menjadi salah satu film kesukaan sutradara besar Martin Scorsese. Selain “Peeping Tom”, secara keseluruhan karya-karya Powell dianggap memiliki pengaruh bagi sineas-sineas besar seperti Geoge A. Romero, Francis Ford Coppola, dan Bertrand Tavernier.

“Peeping Tom” terus melahirkan berbagai prestasi bertahun-tahun setelah ia dihujat dan masih terus ditonton sampai saat ini. Ia adalah Ayah bagi film-film slasher yang bermunculan dan memanjakan penggemar film horor tiap tahun. 

____
*Ali Satri Efendi, lahir di Karawang, sekarang menetap di Bekasi. Pecinta film, buku, musik dan sastra. Sering menonton dan membicarakan film dengan Moviegoers Indonesia, serta seseruan berdiskusi sastra bersama Puisi Film Indonesia, juga mengobrol apapun tentang dunia literasi dengan Forum Lingkar Pena Bekasi. Salah satu pendiri program pemutaran alternatif untuk film Indonesia bertajuk Sinema Rabu di Selatan Jakarta dan menjadi pengajar di LP3I Bekasi, STKIP Kusuma Negara, serta relawan di Yayasan Cahaya Anak Negeri (CAN). Cerpennya pernah dimuat di antologi Pengantin-Pengantin Al-Quds (Pro-U, 2010), Majalah Femina dan Surabaya Post. Sementara puisi-puisinya pernah ada di antologi Kepada Bekasi (FSB, 2013), Saksi Bekasi (Taresi, 2015), Sajak Puncak, Lumbung Sajak FSB (Taresi, 2015), Memandang Bekasi (Taresi, 2015), Tifa Nusantara 2 (Pustaka Senja, 2015), Kepak Sajak (Taresi, 2016), Serta Ije Jela: Tifa Nusantara 3 (Pustaka Senja, 2013). Ia juga telah menulis beberapa buku pelajaran Bahasa Inggris di Penerbit Duta. Film pendek eksperimentalnya yang berjudul Gelombang Longitudinal berhasil masuk segmen Candrawala dalam Arkipel: Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival yang ke 4 di tahun 2016. Email : alisatriefendi@gmail.com

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.