Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Perbedaan Menuju Kebersamaan - Dewi Motik Pramono

Perbedaan Menuju Kebersamaan - Dewi Motik Pramono

PERBEDAAN MENUJU KEBERSAMAAN
(Kata Sambutan Buku Indonesia adalah Kita)
Oleh Dewi Motik Pramono*

Gelap, terang, hitam,coklat, putih
Kauwarnai kulit umat-Mu

Biru,hijau,coklat,abu-abu,hitam
Kerlap-kerlip,binar sinar jendela hati
Pasangan mata umat-Mu

Takjub daku menikmati buah karya-Mu
Atas makhluk tersempurna, Engkau ciptakan
Dimulai Adam dan Hawa
Itu semua di hadapan-Mu sederajat
Tinggi rendahnya …
Perbedaan lahiriah , bukan perbedaan batiniah

Daku yakin, teman…
Perbedaan  hanya setipis kulit luar saja
Jangan  memperuncing perbedaan ,teman... .
Tetapi justru dengan perbedaan kita tuju
Kebersaman ... .

Mereka mengerti mencoba menghargai
        Tujuan perdamaian dan kebahagian
        Umat ,
Isya Allah tercapai jua
       ( Antologi puisi  Cintaku Tuhanku, 1987)
Puisi yang saya gubah 30 tahun lalu , masih selalu terngiang dan membekas di hati saya untuk disampaikan  pada generasi penerus , bahwa betapa indahnya kita lahir berbeda tetapi tetap dalam kebersamaan. Puisi ini ternyata masih sangat relevan untuk dibacakan saat ini,  saat negara kita tercinta  Indonesia akan memperingati 72 tahun hari ulang tahun kemerdekaannya. Marilah kita anasir apa saja sebetulnya yang dibutuhkan bangsa kita dalam menghadapi situasi bangsa sekarang.
Perbedaan adalah anugerah yang sangat indah dari Tuhan Yang Maha Pengasih. Kita sangat bersyukur, Indonesia mempunyai Pancasila dengan lima silanya yang juga merupakan lima sendi utama  penyusun pilar bangsa .
1.   Ketuhanan Yang Maha Esa
2.   Kemanusiaan yang adil dan beradap
3.   Persatuan Indonesia
4.   Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.   Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Bila kita menghayati Pancasila dengan memahami dan mengamalkan tiap sila yang ada pada Pancasila maka tidak akan mungkin ada intoleransi yang hanya akan memecah belah bangsa Indonesia. Kita menghormati kemanusiaan yang dimiliki oleh masing-masing dari kita sebagai sesama makhluk ciptaan tuhan. Keadilan akan tercipta dan kita akan menjadi bangsa yang beradab karena menjunjung tinggi etika.  Dalam keberagaman etnik dan budaya  dari setiap suku bangsa kita, semua itu akan tetap bersatu karena kita menghidupi sila ketiga dari Pancasila. Asas musyawarah yang dulu dijunjung tinggi  apabila sekarang dihayati dan dijalankan dengan semangat sila keempat, niscaya akan membuat Indonesia bangsa yang rukun tak akan ada permusuhan atau percecokkan karena mementingkan golongan dan suku. Mereka para wakil rakyat dapat memberikan contoh yang bagus  untuk dilihat oleh rakyat sebagai orang-orang yang memilih wakil mereka agar memikirkan kemajuan bangsa. Yang terakhir , berdasarkan sila kelima dari Pancasila , seluruh rakyat ingin ikut merasakan keadilan sosial yang apabila dilaksanakan dengan benar, itu semua dapat terwujud .
Hampir di setiap lini dan perjumpaan , orang-orang membicarakan kebhinnekaan Indonesia. Kita membuat slogan untuk menggetarkan hati agar kita merawat kebhinnekaan kita. Kita berbeda warna kulit, bahasa dan juga kepercayaan serta agama itu tak akan menjadikan masalah kalau kita tetap berpegang teguh pada  semboyan Bhinneka Tunggal Ika , walau kita berbeda-beda tetapi kita tetap satu. Kita harus melihat kembali ke sejarah bangsa kita bagaimana melahirkan kata “Bhinneka Tunggal Ika”. Berawal dari Pidato Presiden Sukarno pada tanggal 22 Juli 1958 yang menyatakan bahwa , di bawahnya Pancasila dalam rangkuman kaki burung garuda tertulis seloka karya Empu Tantular, “Bhinneka Tunggal Ika” yang berasal dari kata ‘Bhina ika tunggal ika’ yang artinya adalah berjenis-jenis tetapi tunggal. Maka dapat diejawantahkan bahwa walaupun berbeda-beda ataupun berlainan agama, keyakinan  dan tinjauan atau pandangan tetapi tetap tinggal bersatu .
Berdasarkan kebhinnekaan kita dituntut memiliki nilai-nilai untuk hidup secara inklusif, tidak eksklusif. Terbuka terhadap pada perubahan yang positif. Selalu berdamai dan mengedepankan kesetaraan, kita menghormati pendapat orang lain. Menghargai pendapat orang lain saat musyawarah dan selalu mempunyai sifat toleransi.
Bagaimana seandainya kita juga melupakan UUD’45 yang menjadi hukum dasar negara kita yang sekaligus sumber hukum. Kalau pemerintah dan juga masyarakat kita mematuhi Undang-Undang Dasar ’45 tentu kita akan dapat menjunjung tinggi supremasi hukum negara kita. Apa yang akan terjadi kalau yang menjadi sumber hukum namun menjadi sumber terjadinya penyelewengan karena mementingkan pihak tertentu.
Semua yang kita bicarakan di atas adalah upaya kembali memahami akar dan landasan kita menjadi negara yang bersatu dan terhindarkan dari intoleransi. Harga mati kita adalah NKRI harus tetap teguh tegak berdiri. Siapapun dia, warga negara kita harus kembali memahami pancasila dan merawat kebhinnekaan kita dan menjunjung tinggi dasar hukum kita yaitu UUD’45. Dengan demikian , niscaya kita akan kembali menjadi negara yang kuat dan dihormati karena kesantunan kita dan disegani karena kekuatan kita adalah persatuan.
Pada akhirnya ,kita harus kembali mengingat Tuhan Sang Maha Pencipta yang selalu menjaga kita dan menawarkan pada kita semua yang baik-baik pada kita. Semua harus kita syukuri dan keberagaman itulah modal kita menuju negara yang makmur karena keberagaman kita menuju kebersamaan.
Maka, sekarang  kita juga menghargai usaha yang dilakukan oleh para penyair dalam antologi  puisi  ‘ Kita Adalah Indonesia” . Penyair yang juga berasal dari berbagai latar yang berbeda. Berbeda usia, pekerjaan, warna kulit, agama, dan daerah geografis serta suku dan bahasa daerahnya. Mereka tetap bisa berkolaborasi karena satu visi  yaitu rasa cinta tanah air, bangsa dan bahasa , yaitu bahasa Indonesia, Maka lahirlah puisi-puisi dalam buku ini yang isinya  berusaha merefleksikan apa saja yang menjadi pergumulan batin sebagai warga negara yang turut mengalami dan juga berkewajiban menjaga NKRI. Buku antologi puisi “Kita Adalah Indonesia”  ini diterbitkan pada  momentum istimewa dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun ke – 72 Republik Indonesia. Mereka menulis dengan niat baik maka akan membuahkan hasil yang baik. Harapan kita  semoga buku ini dapat diterima dan dibaca oleh semua anak bangsa yang begitu  mencintai Ibu Pertiwi tercinta.

Selamat menyelami ziarah batin mereka dengan membaca secara utuh buku ini. 
Merdeka!

Jakarta, 06 Agustus 2017



                                                                                                                                                                                                                                                                     




Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.