Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Adab Menceraikan Istri

Adab Menceraikan Istri

Adab Menceraikan Istri

KAWACA.COM - Pernikahan adalah pertemuan dua pribadi manusia yang berbeda secara jenis kelamin, asal keluarga, latar belakang pendidikan, dan karakter dalam satu rumah, rumah tangga. Jika keduanya bisa saling memahami dan menghargai satu sama lain dalam hal perbedaan, maka mereka akan bertahan, bahagia, dan harmonis. Namun jika mereka tidak bisa melakukan hal-hal di atas, maka mereka akan retak atau berpisah pada akhirnya.


Dengan demikian, pada hakikatnya, sebagaimana hidup ada pertemuan dan perpisahan, maka menikah kemudian bercerai juga sesuatu yang lumrah terjadi. Akan tetapi dalam Islam, perceraian dalam pernikahan merupakan sesuatu yang ‘tidak disukai’ oleh Allah, karena Dia memang tidak pernah suka melihat hamba-hamba-Nya tercerai berai bagai buih di lautan. Namun meski demikian, Islam tidak melarang adanya perceraian jika itu dirasa lebih baik. 


Walau Islam membolehkan perceraian, tidak serta-merta bercerai secara sembarangan. Ada adab dalam menikah, ada adab juga dalam bercerai. Imam al-Ghazali dalam kitab Kimiyah Sa’adah menjelaskan sebagai berikut:


Jika istri memberontak dan tidak taat, suami harus menasihatinya secara lemah lemi but. Jika ini tidak mempan, keduanya mesti tidur di kamar terpisah untuk tiga malam. Jika tak berhasil juga, suami boleh memukulnya, bukan di wajah dan tidak terlalu keras hingga melukainya. Jika istri melalaikan kewajiban agama, suami mesti menunjukkan sikap tidak senang kepadanya selama sebulan penuh, sebagaimana pernah dii lakukan oleh Nabi kepada istri-istrinya.


Setiap pasangan suami–istri harus berhati-hati agar perceraian tidak terjadi. Meski dibolehkan, Allah tidak menyukainya. Perkataan “cerai” akan mengakibatkan penderitaan bagi seorang wanita, sedangkan kita tak dibolehkan menyakiti perasaan apalagi membuatnya menderita! 


Jika cerai terpaksa dilakukan, kata cerai tak boleh diulangi tiga kali sekaligus, tetapi harus diucapkan pada tiga waktu yang berlainan. Seorang perempuan mesti dicerai secara baik-baik, tidak disertai kemarahan maupun penghinaan, dan tidak pula tanpa alasan. Setelah perceraian, seorang laki-laki mesti memberikan mut‘ah kepada bekas istrinya, dan tidak menceritakan alasan atau kesalahan istrinya kepada orang lain. 


Diriwayatkan, seseorang yang ingin menceraikan istrinya, ditanya, “Mengapa kau ingin menceraikannya?” Ia menjawab, “Aku tak akan membongkar rahasia istriku.” Ketika akhirnya ia benar-benar menceraikannya, ia ditanya lagi dan menjawab, “Kini dia orang asing bagiku; aku tidak lagi mengurusi masalah pribadinya.” Itulah sikap yang baik.***

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.