Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Dilema dan Problema Pusai - Rahayu Putra

Dilema dan Problema Pusai - Rahayu Putra

DILEMA DAN PROBLEMA PUSAI
Konsep Telaah dan Buah Pikir Tentang Pusai
oleh Rahayu Putra



KAWACA.COM | Sebelumnya penulis perlu mengucap kata MAAF kepada seorang Sugiono MPP, yang kepadanya saya panggil dengan sebutan Maharesi. Sebutan itu bukan hanya sekedar kata panggilan, namun lebih dari sebuah penghargaan (salute) atas pengalaman dan karya serta buah pikirnya. Tujuan kata maaf itu penulis katakan, karena apa yang menjadi sorotan boleh dikatakan sebagai "sebuah kritikan" untuk perkembangan pusai.

Dalam kurun sekitar 2,5 tahun ini keberadaan pusai seakan  "menguras energi" para pelaku dan pecinta sastra. Hal ini terbukti dengan banyaknya karya dan buah pikir yang dicurahkan para cendikiawan dan pelaku sastra. Banyak nama-nama besar yang turun gunung untuk membantu membesarkan pusai. Baik di laman-laman gawai, maupun komentar publik yang kemudian di posting di laman gawai (Facebook).

Sejak awal pusai di perkenalkan, penulis dan banyak sahabat karya senantiasa mengikuti dengan antusias dan teliti. Dalam tiap uraian, karya, esai atau hal-hal yang mengenai pusai, dll, secara pribadi penulis belum menemukan suatu "ketetapan baku" yang bisa dijadikan pedoman bagi yang ingin membuat karya pusai. Dan mengenai apa yang penulis sampaikan itu sudah pernah penulis angkat dI DUA ESAI TERDAHULU.

Pusai yang berdasar pada HEMAT KATA - SARAT MAKNA - FUTURISTIK, menurut menulis "Bagai terjegal badan sendiri". Istilah yang penulis sebut tadi bukan tanpa alasan yang "asal sebut". Sebelum penulis coba memberi uraian singkat, mari kita "lepaskan" kata HEMAT KATA dan SARAT MAKNA, karena kedua kata itu sudah tidak ada masalah, bahkan siapapun yang bisa menulis puisi akan setuju bahwa kedua kata itu adalah PENDUKUNG karya puisi yang baik.

Futuristik yang sepanjang pengetahuan penulis adalah kata yang di pakai sebagai ACUAN PENDAPAT DALAM SENI LUKIS telah menunjukan perkembangan kedalam berbagai ranah, diantaranya ada lah seni musik.

Dan kata futuristik juga yang di jadikan oleh Sugiono MPP yang sebagai PROKLAMIR PUSAI, untuk menjadi "penegas" bahwa pusai adalah puisi masa depan. Namun kata futuristik itu, adalah satu kata yang menjadi kendala bagi banyak orang dalam ber-pusai. Sebagai sorotan pertama penulis mengenai pusai, penulis mencoba mengulik "Bagai Terganjal Badan Sendiri" dari kata FUTURISTIK ini. Mengapa kata FUTURISTIK ini yang menjadi "sandungan bagai pusai sendiri? Banyak pendapat yang berawal dari pertanyaan yang di sampaikan para sahabat (terlebih saat mereka telah membaca esai terdahulu, yang telah penulis posting), mengenai futuristik dalam pusai.

Dari banyaknya pertanyaan yang di sampaikan pada penulis, sebahagian besar telah penulis sampaikan di dua "opini" terdahulu. Namun pada kesempatan ini penulis berusaha "membongkar" kata futuristik. Kata futuristik berasal dari bahasa asing yang menjelma menjadi bahasa serapan yaitu, FUTURE yang berarti masa depan. Bila bicara "tentang masa depan" kita tentu telah memiliki rancangan, konsep yang jelas, rumusan (teori yang logis) yang persentasinya dapat di terima logika dengan jelas. Dan bukan hanya di terima dengan "rasa". Mengenai perbedaan "rasa dan logika" tersebut,penulis coba dengan mencontohkan dengan kata TUNDUK dan MENUNDUKAN.

Kata TUNDUK dan MENUNDUKAN ini bila kita urai dengan "rasa", bukan hanya menjadi sebuah konsep, tetapi dapat menjadi sebuah buku. Namun bila di telaah dengan logika, maka yang di dapat menjadi sangatsingkat dan masuk akal. Tunduk -> Sikap tubuh (pada kepala) yang mencerminkan rasa TAKJIM, HORMAT,dll. Menundukkan -> Suatu sikap (terlebih pada perbuatan/ action) yang mencerminkan gerakan yang bertujuan untuk MENGUASAI, MEMPENGARUHI (pikiran/ cara berpikir) MENJAJAH, MEMILIKI, MENGENDALIKAN, dll. Contoh sederhana yang penulis ajukan itu membuat suatu perbedaan terhadap cara pandang dan telaah pada kedua contoh kata tersebut. Karena bila kita berbicara tentang "masa depan", maka kita HARUS SIAP UNTUK MENYONGSONG POLA PIKIR YANG LOGIS. Dan pusai sangat identik dengan "masa depan" .
Penulis juga akan memberi sebuah contoh sederhana dan nyata. 

Pada tahun 2011, Hollywood telah merilis sebuah film yang berjudul CONTAGION. Film yang awalnya bergenre fiksi ilmiah ini akhirnya menjadi kenyataan. Karena pada akhir 2019 virus corona muncul dan menyebar hingga sekarang. Siapa yang menyadari bahwa dari film ini juga banyak "umat manusia" yang mencoba melakukan pembatasan penularan virus, karena saat virus corona mulai merebak, banyak yang kembali menonton film ini.

Me-reka masa depan, menurut logika para ilmuwan harus berdasar pada akidah- akidah ilmu pengetahuan, percobaan (keberhasilan/ hasilnya) yang tercatat dan telah di buktikan, penghitungan yang mengacu pada norma sains (rumus), dsb.

Lalu "masa depan" dari pusai, apa dan bagaimana? Dari banyaknya karya yang disuguhkan, penulis masih bingung menentukan futuristik dalam tiap karya yang beredar. Seperti penuturan yang penulis sampaikan di atas, sejak awal penulis mengikuti dengan seksama.
Dan meski keberadaan pusai, sekitar 15%.nya juga berasal dari pendapat dan kritik penulis (bila anda telah membaca ke-tiga buku tentang pusai), namun penulis juga belum mampu menjangkau karya sendiri untuk menentukan apa yang telah penulis buat adalah pusai.

Karena menurut dari apa yang penulis sampaikan, "benang merah" untuk kata futuristik itu adalah; anda harus seorang paranormal, dukun, cenayang, indigo, dsb. Mereka masa depan dengan "rasa" dan logika adalah hal yang berbeda. Hal ini penulis sampaikan berhubung pusai yang tidak punya pedoman baku, dan para pemusai tidak dapat memberi penilaian sendiri tentan karya yang telah di buatnya. Hal yang menjadi sorotan kedua bagi penulis adalah, "Pusai Hanya Lewat Dari Satu Pintu". Dan hal itu adalah sebuah kekhilafan yang fatal untuk perkembangan dan kemajuan pusai itu sendiri.

Sebelum penulis memberi laporan atas apa yang penulis katakan itu, mari kita lirik sebentar apa yang sempat membuat kehebohan pada sastra kita. Denny JA, mencoba membuka dan menjadikan PUISI ESAI sebagai "miliknya", namun bukan itu yang akan penulis angkat. Sebagai seorang pengusaha, dia telah melakukan apa yang terbaik menurutnya. Yaitu, "seberapa banyak uang yang anda miliki". Karena "jalur bisnis" yang di tempuhnya memang (akan) menjadikannya sebagai SENTRAL PUISI ESAI.

Menurut opini penulis, seorang Denny JA tidak perlu lagi membuat atau melakukan banyak hal. Cukup merekrut beberapa orang, melakukan penjaringan karya, keluarkan anggaran, dll, lalu jadilah dia sebagai Proklamir puisi esai. Bagai kata pepatah, "Lain lubuk, lain pula ikannya". "Lain rencana puisi esai, beda pula dengan pusai."
Sejak awal gaung pusai dikumandangkan, penulis mengikuti dengan rasa antusias dan selalu mencerna sajian yang di suguhkan para peminat, pembesar, bahkakan sang proklamir pusai.

Dan saat penulis sempat "undur diri" dari sastra gawai, penulis di kabari bahwa pusai seakan "telah mati". Hal itu di tandai dengan dibubarkannya grup pusai, yang bernama SABILA. Kemudian, saat penulis hadir kembali ke gawai, pusai seakan hidup lagi. Sehingga ada sebuah pertanyaan besar yang muncul di dalam benak penulis. Namun penulis tidak ingin membahas hal itu di catatan ini. Seperti yang penulis utarakan di atas, penulis memberi sumbangan buah pikir sekitar 15% mengenai pusai dan hal itu akan di dapati bila anda telah memiliki ke tiga buku mengenai pusai. Karena menurut penulis, "pusai lahir hanya berbekal semangat".

Layaknya seseorang yang akan membangun sebuah perusahaan, tapi tidak memiliki pengetahuan yang dalam tentang perusahaan yang akan di bangun. Lalu pengusaha itu membuat iklan lowongan kerja posisi manager atau staf yang memiliki keahlian khusus, yang sebenarnya sang pengusaha tidak butuh surat lamaran kerja, serta orangnya.
Interview di lakukan, hanya untuk mencari tau, menggali informasi, membuat perencanaan mengenai perusahaan yang akan di bangun, serta mendesain plot perusahaan itu hingga detail, dll.

Setiap pelamar kerja, setelah interview hanya akan diberikan kata; "Kita akan hubungi anda lagi". Dari apa yang penulis gambarkan mengenai lahirnya pusai dengan puisi esai, ada perbedaan yang terlihat. Bila puisi esai, siap dengan segala dana untuk mewujudkan ambisi, namun berbanding terbalik dengan pusai. Sebelum penulis menyampaikan "pendapat umum" mengenai sorotan yang kedua ini, penulis mencoba kembali membuat sebuah gambaran sederhana.

Sebuah perusahaan akan memproduksi dan memasarkan suatu produk. Dan sasaran pemasaran produk perusahaan itu bukan hanya untuk lokal, tetapi juga akan di pasarkan ke luar negeri. Namun produksi dan cara pemasaran produk, hanya melewati dan harus melalui satu pintu saja yaitu CEO perusahaan itu sendiri. Di sisi lain, bagian marketing, personalia, bahkan quality control hanya "sebagai pelengkap" dari perusahaan tersebut.
Dari apa yang telah penulis kemukakan di atas tentunya kita akan mudah menarik benang merah, atas apa yang penulis sampaikan yaitu, "sebuah kekhilafan yang besar".
TIDAK ADA KATA TERLAMBAT untuk mulai melakukan sesuatu yang baik.

Sejenak kita melirik dua gendre yang penulis rasa telah berhasil yaitu, PUITIKA dan PATIDUSA. Walau masih bersifat lokal, namun cukup membuat ranah puisi kita bertambah eksis. Sekali lagi, secara pengalaman, usia, pengetahuan, koneksi, jarak antara penulis dan Maharesi Sugiono MPP sangat jauh terbentang. Dan sebagai junior, penulis sangat menghormatinya. Namun apakah rasa hormat hanya cukup dengan kata -kata?
Ataukah membiarkan kekeliruan, kekhilafan?

Bila pusai tidak dapat melakukan gebrakan seperti puisi esai, sedikit saran dari "si anak bawang" ini. Sang Proklamir Pusai boleh mencari dan mempelajari "Strategi Tempurung Kura-Kura". Strategi tempurung kura-kura, sebuah karya sastra klasik dari Tiongkok. Dimana strategi ini di pakai pada saat Perang Tebing Merah. Penulis tidak membicarakan perangnya, tetapi strategi yang dipakai. Buku cukup langka di negeri kita.

Buku itu terdiri dari tiga bagian, yang sengaja di pisahkan. Melalui "catatan kumal dan kampungan" ini, penulis hanya dapat menyampaikan; "Pusai bukan tentang anda, bukan tentang dia dan bukan tentang saya. Tetapi pusai adalah TENTANG KITA. Itu sebabnya saya Rahayu Putra, senantiasa menulis esai dengan menggunakan bahasa awam. Karena tujuan utama saya adalah para pemula, penulis, penyair yang awam (otodidak). Hal itu saya lakukan untuk memberi semangat atau men-support para pemula dan yang awam. Serta mencoba menggugah para cendikiawan, para Maestro, para pini-sepuh sastra negeri ini, untuk bersama -sama memberi dan mencurahkan pengetahuannya sebagai jalan ataupun sarana dalam melakukan peremajaan dan regenerasi.

Sepuluh jari tersusun pada kepala
Memohon maaf bila goresan kata menetak salah
Memohon ampunan kepadaNya bila salah itu berbuah dosa
Rahmat dan berkat bagi negeri tetap tercurah
Salam...

Lembah Sepi - Bintan Island, 22.03."20 - 02.15

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.