Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Dhayoh atawa Huang: Siapa yang Lebih Asli dari Siapa?

Dhayoh atawa Huang: Siapa yang Lebih Asli dari Siapa?

#KAWACA.COM - Pesta dimulai. Para hadirin berduyun-duyun memasuki halaman tempat berlangsungnya perayaan. Mereka langsung disambut dengan berbagai hidangan yang sepertinya diatur sesuai dengan keyakinan. Para tamu bercengkrama, tertawa sambil berbagi cerita. Sementara musik bergema mengiringi suasana. Namun tak berapa lama, tiba-tiba segerombolan orang riuh mendobrak masuk sambil lantang berteriak dan menghujat suku tertentu. Mereka menendang, memporak-porandakan, menangkap orang-orang. Asap lalu menyeruak ke penjuru ruang.

Para tamu yang hadir ke pesta tersebut adalah para penonton teater yang sudah membeli tiket untuk menyaksikan penampilan Teater Asa pada gelaran Festival Teater Jakarta 2017. Beberapa sempat terdengar menerka ketika memasuki area dan disambut dengan hidangan, apakah pementasannya telah dimulai? Rupanya inilah cara Teater Asa menggelar lakon mereka: melibatkan para penonton langsung ke dalam cerita. Selagi penonton bebas memilih makanan, beberapa pemain dengan riasan teatrikal berkeliling berbaur.

Pementasan Teater Asa bertajuk “Dhayoh atawa Huang” tersebut dilaksanakan di halaman Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki. Saya sempat mempertanyakan, pementasan teater macam apa dengan harga tiket sekian tapi dipertontonkan di depan gedung. Bukankah dengan demikian tidak perlu menggunakan tiket?

Rupanya tidak sesederhana itu. Setelah saya memasuki area dan disuguhkan dengan suasana nyata seperti itu, saya merasa puas. Saya sebagai penonton terasa langsung dilibatkan dalam pementasan. Saya berperan sebagai seorang pendatang, dimana pada awalnya saya merasa asing, lambat laun saya merasa nyaman. Saya merasakan keriuhan pesta, saya turut memakan hidangan, saya berinteraksi dengan beberapa kenalan, hingga pada puncaknya saya turut kaget dan khawatir dengan teriakan, hujatan dan segerombolan orang yang membanting-banting properti di depan mata saya sendiri. Sungguh pengalaman menonton teater yang speasial.

“Dhayoh atawa Huang” ini sejenak nampak seperti sebuah pementasan omnibus, dimana tidak cuma satu kisah yang diceritakan, namun memiliki satu benang merah tentang pengakuan siapa yang asli dan diskriminasi. Satu kisah tentang hujatan terhadap perbedaan, kisah lain tentang hubungannya terhadap peristiwa enam lima, dan kisah terakhir meloncat ke era reformasi. Semuanya disatukan dengan berita-berita dari radio yang berkelindan.

Pada akhirnya kisah ini menyiratkan bekas, sementara kita semua sebetulnya adalah pendatang, apakah kita masih harus meributkan siapa yang lebih asli dari siapa? (ASE)

Baca Juga:

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.