Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Jelmaan Rasa Dalam Kata:

Jelmaan Rasa Dalam Kata:

oleh Ayus Mahrus eL-Mawa*
Realitas kehidupan manusia tidak cukup dipahami jika hanya dalam satu perspektif. Dalam diri manusia, sebuah kata yang terucap saja, dapat dipahami dengan banyak perspektif. Apalagi sebuah kata yang telah tertulis dalam sebuah karya, tentu saja akan lebih banyak lagi perspektif yang digunakan. Pendeknya, realitas sosial itu sangat kaya perspektif bila ingin dipahami seseorang. Terlebih lagi, ketika realitas telah dituliskan dalam kata-kata melalui puisi, seperti karya Jamaludin ini.
Jamaludin memberi judul antologi puisinya dengan “Kata Menjelma Rasa”, bagi saya cukup menarik bila dilihat dalam konteks perkembangan puisi di Indonesia. Paling tidak, hal itu karena beberapa hal: pertama, sudah maklum bahwa kekuatan keindahan makna dalam puisi terdapat pada diksi yang digunakan. Kedua, secara khusus kata dalam puisi-puisi ini sudah diberi makna perasaan semata. Pertanyaannya, apakah kata-kata itu hanya terkait dengan rasa saja? Tentu saja, dalam ranah pengetahuan lebih luas, sebuah kata yang digunakan, tidak terbatas hanya ungkapan perasaan saja. Sebab, dalam “kata” yang disampaikan secara lisan atau tertulis itu terkandung makna yang multi realitas.
Atas nama kata dalam puisi, KH. Musthofa Bisri (Gus Mus), Prof. Sapardi Djoko Damono, Joko Pinurbo (Jopin) dst., kata dirangkai dengan sangat indah nan sederhana penuh makna, kadang membolak balikkan susunan kata untuk memperindah ungkapan, dst. Kata dalam puisi tentu saja, tidak hanya sekedar menjelma menjadi rasa atau sebaliknya, perasaan itu menjelma dalam kata-kata. Kiranya, terlalu simpel jika kata itu dijelma hanya dalam sebuah rasa. Tetapi, barangkali karya Jamaludin, alumni SKI IAIN Syekh Nurjati Cirebon pada antologi yang disusun selama tahun 2015 ini memang ingin menghadirkannya karena sebuah perasaan, rasa cinta pada Tuhan, alam, sesama manusia, dst.
Saya coba kutip beberapa puisi Jamaludin dalam antologinya, misalnya, sebagai berikut:
PILIHAN
kantuk adalah hukum Alam
tapi tidur adalah pilihan
kopi adalah pahitnya kehidupan
tapi gula sebuah pilihan
Pekalongan, Maret 2015


RINDU-WAKTU
Kalau engkau hanya memikirkan nasib cintamu, maka kerinduan akan marah pada waktu
tapi, bila engkau memikirkan nasib rindumu, maka cinta akan mengajak menemui waktu
Bandung, Juni 2015
CINTA TANPA RINDU
Kalau cinta adalah derita
maka sapa adalah luka
kalau rindu adalah candu
maka temu adalah pilu
Cirebon, Juni 2015
MENUNGGU-KEDINGINAN
Aku menunggumu dalam kedinginanku
Cirebon, Agustus 2015
Beberapa contoh puisi Jamaludin di atas adalah ekspresi perasaan seseorang terhadap sesuatu, mungkin sedang kangen, rindu dengan kekasih atau mencoba mengungkapkan sesuatu, seperti dalam puisi berjudul “Pilihan”, sang penulis nampaknya ada sesuatu yang harus segera diputuskan, apapun itu, karena sebuah pilihan, bukan keterpaksaan.
Dalam puisi lainnya, Jamaludin mencoba untuk mengungkapkan sesuatu dengan kata, tetapi ada sedikit rasa untuk bergerak, tetapi lagi-lagi, belum untuk melakukan pergerakan, seperti puisi berikut ini:
KOLONG JEMBATAN
kolong jembatan
jejeritan
orang miskin dan orang pinggiran
inilah buah dari kerakusan
keserakahan
kebiadaban
dari tangan pendidikan
Cirebon, Agustus 2015
Dengan demikian, kesan saya, atas puisi-puisi Jamaludin dalam “Kata Menjelma Rasa” ini sepertinya hanya ingin mengungkapkan sebuah perasaan, tanpa ada hasrat mengajak yang lain, sang pembaca untuk melakukan sesuatu, apakah melakukan perubahan dalam dirinya atau kepada orang lain.
Sekedar contoh saja, puisi “Aku Ingin” dari Sapardi Djoko Damono. Dalam puisi itu sekalipun tidak terkesan sang pembaca untuk melakukan sesuatu, tetapi sebenarnya, harus melakukan sesuatu. Puisi “Aku Ingin”, sebagai berikut:
“aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana;
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”
      Ala kulli hal, saya sangat mengapresiasi antologi puisi Jamaludin ini. Dengan puisi kita dapat bercermin tentang sesuatu, diri kita, alam sekitar, termasuk tentang Tuhan, atau yang lainnya. Dengan puisi, kita juga dapat memberi sumbangsih akademik, ekonomi, budaya, politik, dst. Akhirnya, Selamat membaca dan menikmati.
Kedaung Hijau Ciputat, Nopember 2017
*Alumni Ilmu Susastra FIB UI dan Pegiat Cirebon Studies di Jakarta

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.