Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Pancasila-Islam dalam Bingkai Kaligrafi - Samsudin Adlawi

Pancasila-Islam dalam Bingkai Kaligrafi - Samsudin Adlawi

Pancasila-Islam dalam Bingkai Kaligrafi
oleh Samsudin Adlawi

KAWACA.COM |  TANGGAL 22 Oktober sudah berlalu. Sepekan. Tapi getarannya masih terasa. Terutama bagi kalangan santri. Ya, mereka pasti tidak bisa melupakan 22 Oktober. Tanggal bersejarah. Itulah hari mereka: Hari Santri Nasional (HSN). Yang ditetapkan tiga tahun lalu. Oleh pemerintah. 

Di tahun ketiga ini, HSN dirayakan gegap gempita. Sama seperti dua peringatan sebelumnya. Penuh euforia. Bedanya, HSN kali ini diwarnai insiden. Di lapangan Kecamatan Limbangan, Garut, Jabar. Oknum Banser membakar bendera HTI (Hisbut Tahrir Indonesia). Namun, ada pihak yang tidak terima. Mereka protes keras. Mereka menyebut itu bendera tauhid. Sebab, di kain warna hitam itu ada tulisan kalimat tauhid. Suasana panas. Wapres Jusuf Kalla pun turun tangan. Mengumpulkan para pimpinan ormas Islam.

Gaung peringatan HSN juga bergema di Pondok Pesantren (Ponpes) Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Asembagus, Situbondo (3-SAS). Namun, para santri di sana memilih jalan lain. Jalan kreatif. Memberi hadiah spesial: rekor MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia). Untuk kaligrafi terbesar.

Saya menyaksikan peresmian kaligrafi superjumbo itu. Lewat video. Yang dikirim salah satu santri Ponpes 3-SAS: H Lukman Hakim. Merinding melihatnya. Pelan-pelan kain Merah Putih tersingkap. Diiringi bacaan basmalah berjamaah. Koor basmalah itu terus mengalun syahdu. Dan berhenti saat bentangan Merah Putih benar-benar sudah tersingkap. Di pinggir bingkai.

Papan kaligrafi raksasa itu berdiri megah di halaman Ponpes 3-SAS. Itu bukan kaligrafi biasa. Tidak hanya terbesar. Tapi menyajikan hubungan Pancasila dan Islam. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Ada ruh Islam dan sila-sila Pancasila. Maka, dalam muktamar NU ke-27 di Ponpes 3-SAS pada 1984 silam, muktamirin mengakui asas tunggal Pancasila. Sejak saat itu silang sengkarut soal Pancasila di kalangan umat Islam selesai. 

Kaligrafi itu terbagi tiga bagian. Yang tengah berisi teks Pancasila. Diawali khat bismillahir rahmanir rahim. Di bawahnya ada teks Pancasila. Dalam dua tulisan: bahasa Arab dan latin. Kotak kiri berisi lambang pesantren. Melatarbelakangi tulisan deklarasi hubungan Pancasila dengan Islam. Yang dideklarasikan pada muktamar 27 NU pada 1984. Yang menarik kotak kanan. Diawali dengan kalimat: Pancasila itu sesuai Alquran. Kesesuaian itu diperjelas di tulisan-tulisan di bawahnya. Yang terbagi menjadi dua. Bagian kiri berisi lima sila Pancasila. Di samping kanan sila-sila Pancasila itu ada khat ayat Alquran. Begini rinciannya:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa disandingkan dengan ayat pertama surat Al-Ikhlas ayat 1: qul huwallahu ahad.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab bersanding dengan surat Al-Nisa 135: fala tattabi’u alhawa an ta’dilu.

3. Persatuan Indonesia bersanding dengan surat Al-Hujarat 13: waja’alnakum syu’ubaw waqabaila lita’arafu.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Sila ini disandingkan dengan ayat 38 surat Al-Syura: wa amruhum syura bainahum.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia berdampingan dengan ayat 90 surat Al-Nahl: innallaha yakmuru bil-adli wal ihsan.

Kaligrafi jumbo itu bukan untuk gagah-gagahan. Saya yakin, juga tidak semata untuk mengejar rekor MURI. Kaligrafi karya santri Ponpes 3-SAS itu sangat presisi. Bukan hanya isinya. Tapi juga dipikirkan detail-detailnya. Penuh filosofi. Konon, filosofi itu dibuat sendiri oleh pengasuh Ponpes 3-SAS KHR Ahmad Azaim Ibrahimy. Saya percaya itu. Meski baru berjumpa beberapa kali, saya melihat Kiai Azaim bukan kiai biasa. Usianya masih relatif muda. Tapi pemikiran-pemikirannya melampaui usianya. Sangat visioner. Di tengah kesibukannya mengurus pesantren dan berdakwah, Kiai Azaim masih sempat menulis sajak. Saya sudah membaca buku sajaknya. Sangat bagus. 

Secara detail, Kiai Azaim menulis filosofi kaligrafi yang dikerjakan santrinya. Pertama, panjang kaligrafi 27 meter. Melambangkan muktamar ke-27 NU. Di Ponpes 3-SAS. Pada 1984. Yang melahirkan penerimaan asas tunggal Pancasila. Lebar kaligrafi 9 meter. Melambangkan 9 wali. Yang mengislamkan tanah Jawa. Lalu kaligrafi dikerjakan oleh 17 santri. Tafaulan dengan 17 rakaat salat dalam sehari semalam. Melambangkan Alquran diturunkan ke langit dunia. Pada tanggal 17 Ramadan. 

Filosofi berikutnya, kaligrafi harus selesai dalam 22 hari. Melambangkan Hari Santri Nasional 22 Oktober. Setelah jadi kaligrafi diangkat oleh 313 santri sambil membaca zikir basmalah. Yang itu melambangkan pasukan Badar Rasulullah Saw. Yang terakhir soal 7 penyangga kaligrafi. Itu tafaulan pada jumlah 7 ayat surat Al-Fatihah. Jumlah lapisan langit ada 7. Jumlah hari ada 7. Lafaz penciptaan semesta kun fayakun juga berjumlah 7 huruf. 

Bukan hanya berdiri di fondasi filosofi yang kuat. Pengerjaan kaligrafi raksasa di Ponpes 3-SAS itu juga sangat heroik. Penulis khat-nya bukan santri sembarangan. Mereka ahli menulis kaligrafi. Langganan juara. Mulai juara lokal, provinsi, sampai nasional. Perjuangan mereka membuat trenyuh. Diawali dengan mencari kanvas. Sebagai media melukis kaligrafi. 

Tak gampang mencari kanvas utuh ukuran 27 meter. Tim belanja kanvas sampai Bali dan Surabaya. Mereka membeli 12 lembar. Lalu disambung secara manual. Hingga mencapai 27 meter. Ukuran kaligrafi yang sudah ditetapkan oleh Kiai Azaim. Ternyata tak mudah menyambung 12 kanvas itu. Kain kanvas cukup tebal. Dijahit menggunakan jarum dan benang layar satu per satu. Tangan santri sampai berdarah-darah. Tertusuk jarum. Tidak hanya tertusuk ujungnya. ”Melainkan kepala jarum dengan benang-benangnya juga tembus ke jari,” kata salah satu anggota tim penulis kaligrafi, Trunojoyo.

Selain masalah kanvas, ujian berikutnya soal dead line. Mereka harus menyelesaikannya dalam 22 hari! Mereka pun bekerja 24 jam. Ngebleng di lokasi pengerjaan kaligrafi. Tidurnya tidur ayam. sebentar tidur sebentar bangun. Itu pun dilakukannya di atas kanvas. 

Pengorbanan mereka memang luar biasa. Rela tidak masuk sekolah. Izin. Demi menyelesaikan pengerjaan kaligrafi. ”Apa pun akan kami lakukan demi pengabdian. Kepada kiai dan pesantren. Meski sampai berkeringat dan berdarah-darah,” ujar Nur Kholik. Santri asal Kangean, Madura. Anggota tim 17. 

Perjuangan dan pengorbanan mereka tidak sia-sia. Setidaknya mereka telah membantu Ponpes 3-SAS. Memberi makna HSN. Kini, siapa pun yang belum paham, lupa, atau masih ragu, tentang hubungan Pancasila dan Islam, bisa datang ke Ponpes 3-SAS. Belajar dan menikmati kaligrafi raksasa. Pengukuh Islam dan Pancasila. Khususnya generasi milenial. Yang yang makin asing dengan falsafah negaranya. (*)

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.