Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Ketika Karya Seni Meramal Masa Depan - Irawaty Nusa

Ketika Karya Seni Meramal Masa Depan - Irawaty Nusa

Ketika Karya Seni Meramal Masa Depan
oleh Irawaty Nusa
Peneliti pada program historical memories Indonesia


KAWACA.COM | Sepulang urusan bisnis dari Hong Kong, Beth Emhoff terserang demam tinggi. Dalam beberapa hari, tiba-tiba ia kejang-kejang, pingsan dan meninggal dunia. Semua orang yang berhubungan dengannya, termasuk suaminya Mitch dan anaknya Clark, juga meninggal dunia dalam kondisi yang sama. Kecuali beberapa orang yang memiliki kekebalan tubuh, serta imunitas tertentu.

Salah seorang anak perempuan Mitch yang memiliki imunitas tinggi adalah Jory. Tubuhnya cukup kebal menghadapi serangan virus ganas itu, sementara orang-orang yang pernah mengalami kontak dengan Beth, Mitch maupun Clark, satu-persatu telah meninggal dunia. Dalam waktu singkat, virus itu terus menyebar ke beberapa negara bagian di AS. Di Atlanta, para perwakilan Departemen Keamanan Dalam Negeri segera menemui dr. Ellis Cheever dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Mereka memperkirakan adanya serangan teror senjata biologi pada akhir pekan Thanksgiving.

Dr. Cheever segera mengundang dr. Erin Mears, seorang pejabat Epidemic Intelligence Service, untuk memulai penyelidikan. Setelah berhasil menghimpun kamp-kamp pengungsian, dr. Mears di tengah tugas kemanusiaannya, ikut juga terserang virus tersebut. Evakuasi untuk dirinya tertunda, karena bandar udara mulai ditutup dalam antisipasi karantina. Ia kemudian meninggal dunia dalam proses evakuasi itu, lalu dikubur di pemakaman massal.

Makin banyak orang yang tertular tanpa disadari. Tatanan sosial mulai  goncang, status epidemik ditingkatkan menjadi status pandemik. Kerusuhan massal terjadi di beberapa tempat. Penjarahan toko-toko dan apotik, sampai-sampai Presiden AS harus dipindahkan ke ruang bawah tanah. Sementara itu, layanan-layanan darurat mengalami kevakuman, tak ada tanggapan dan pelayanan yang memadai. Orang-orang juga tak bisa mengungsi ke perbatasan, karena semua perbatasan telah ditutup.

Para ilmuwan di CDC yang diwakili dr. Ally Hextall menyimpulkan bahwa virus tersebut adalah campuran material genetik dari virus babi dan kelelawar. Usaha terhadap penyembuhan terhambat karena para ilmuwan tak dapat menemukan kultur sel pada pertumbuhan Meningoencephalitis Virus One (MEV-1) yang baru diberi nama.

Sebagian ilmuwan menyatakan bahwa virus tersebut disebarkan oleh fomites dengan angka reproduksi dasar dari empat. Saat virus tersebut bermutasi, diproyeksikan bahwa satu dari dua belas orang dari populasi dunia akan terinfeksi, dengan tingkat kematian 25 sampai 30 persen. Tetapi, seorang pembuat teori konspirasi Alan Krumwiede memposting video-video tentang virus tersebut melalui blog populernya.

Dalam satu video, ia menunjukkan dirinya sedang sakit, kemudian mengklaim bahwa ia bisa sembuh memakai penyembuhan homeopathik yang berasal dari forsythia. Di tengah kepanikan massal, orang-orang sibuk menyerbu apotik-apotik sambil mengenakan masker-masker mereka, untuk mencari apa yang disebut “forsythia”.

Dengan memakai virus teratenuasi, dr. Hextall mengidentifikasi vaksin yang memungkinkan. Untuk memotong proses uji coba yang panjang, ia melakukan ekperimentasi dengan menyuntikkan vaksin itu pada tubuhnya sendiri. Tak berapa lama, ia mengunjungi ayahnya, seorang dokter yang terserang MEV-1. Akhirnya terbukti, dr. Hextall tak tertular MEV-1, dan vaksin tersebut meraih kesuksesan.

Tetapi, korban-korban sudah banyak berjatuhan. Pada hari ke-26 saja, jumlah kematian mencapai sekitar 2,5 juta di AS, dan 26 juta di seluruh dunia. Penemuan, produksi dan pengiriman awal dari vaksin tersebut berlangsung sampai hari ke-133, dengan vaksinasi berjalan sampai setidaknya hari ke-500.

Kisah di atas adalah sinopsis dari film Contagion, ber-genre thriller yang dirilis sejak 3 September 2011 pada ajang Festival Film Venice. Film ini disutradarai oleh Steven Soderbergh, orang yang pernah menggarap film-film bagus di antaranya Erin Brokovitch hingga Ocean's Eleven. Film ini ditulis oleh Scott Z. Burns, dengan sinematografi digarap oleh sutradara sendiri.

Ya, film inilah yang dibicarakan banyak orang sebagai karya sineas yang mirip dengan lika-liku pandemi Corona akhir-akhir ini. Soderbergh, sang sutradara memang terilhami oleh banyak peristiwa di seputar pandemi virus SARS pada 2002 hingga 2004, juga pandemi flu burung pada 2009. Seperti itulah hasil karya sineas dari seorang seniman maupun sastrawan. Kita juga mengenal seorang sastrawan dan filosof dari anak negeri sendiri, Ronggowarsito (1802-1873), sosok fenomenal yang sering dijuluki sebagai “peramal”.

Gaya bahasanya memiliki sistematika berpikir yang logis bila dikaji dari sudut pandang filsafat. Bahkan, sebagian puisi-puisinya mengandung kebenaran yang pada gilirannya akan terbukti oleh sejarah. Hal itu merupakan keniscayaan yang dimiliki para seniman dan sastrawan manapun di seluruh dunia, tak terkecuali Steven Soderbergh. Karena, pola pikir mereka memang tak lepas dari kebenaran dan kejujuran dalam memandang realitas dan zamannya.

Bukankah novel Perasaan Orang Banten sempat menyinggung Gubernur Banten (Atut Chosiyah) dan Walikota Cilegon (Iman Ariyadi) bahwa keduanya berpolitik bukan karena memahami ilmu politik, melainkan karena mencari harta dan penghidupan dari dunia politik? Dan siapa pula yang menyangka bahwa kedua pejabat tinggi di Banten itu, hanya dalam hitungan bulan setelah peluncuran novel tersebut (Juli 2012), akhirnya benar-benar tertangkap KPK dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT), karena melakukan suap dan korupsi. Siapa yang mengira hal itu bisa terjadi, terlepas apakah orang-orang KPK membaca novel tersebut atau tidak?

Itulah ajaibnya karya seni maupun karya sastra. Ia bukan hanya bicara fakta tetapi juga menelusuri jalan kebenaran, memprediksi masa depan, bahkan dengan tulus memberikan solusi tentang apa yang sebaiknya dipersiapkan untuk menghadapi masa depan.

Sebagaimana problem dan lika-liku pandemi Corona (Covid-19) yang secara cemerlang sudah tergambar dalam film Contagion. Hal itu dikarenakan sang sutradara, Steven Soderbergh, sudah banyak melakukan penelitian dan konsultasi dengan perwakilan WHO dan ahli medis seperti Lawrence Brilliant, serta melakukan penelitian historical memories dengan para penderita yang tersembuhkan dari serangan wabah SARS hingga flu burung. ***

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.