Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Buku: Tuah Uzlah karya Norham Abdul Wahab

Buku: Tuah Uzlah karya Norham Abdul Wahab

Buku: Tuah Uzlah karya Norham Abdul Wahab

TUAH UZLAH

@Norham Abdul Wahab
Sehimpun Sajak

Kurator: Amien Wangsitalaja

Pengantar: Hasan Aspahani

Sampul dan atak:

Apip R. Sudradjat

xix + 152 hlm, 13 x 19 cm

Cetakan Pertama, Juli 2019
ISBN: 978-602-5819-34-6

Diterbitkan oleh:

TareBooks
(Taretan Sedaya International)
Jalan Jaya 25, Kenanga IV, Cengkareng, Jakarta Barat 11730
www.tarebooks.com
tarebooks@gmail.com
0811198673

Harga: Rp40.000,00 (belum termasuk ongkos kirim)
Pemesanan: +62811 751 800

PERSEMBAHAN


Wahai Allah Azza Wajalla, telah banyak usia yang habis buat ini, maka jadikan ia sebagai catatan kebaikan di kelak di kemudian hari, untuk:


Ayah H. Abdul Wahab, Mak Hj. Siti Hawa, Istriku Yenita binti Buchori, anak-anakku Luthfiya Nadhifa Hamta, M. Shidqi Rabbani, Annisa Zakirah Hamta dan Aisyah Zahrawani Hamta, dan umat Islam seluruh alam.


PENGANTAR PENULIS: 

Memilih Frasa ”Tuah Uzlah” Tersebab Takut Pada Allah

CATATAN PEMBACAAN:
Panji yang Terbakar, Hati yang Gemetar

PUISI PEMBUKA

KATA, KATA


rupanya, 

dalam hati keruh, kata hilang ruh
dingin, tak punya ingin
tak menjadi angin
:
tak mengelus, tak membius
tak menyampai pesan dari tuhan
dari nisan, dari sesap serapan

ia berjejer-susun begitu saja

membayar utang pada mata
sekadar dieja, sebatas dibaca
tak dapat jadi sejarah, jadi pelimbah

padahal kemarin,

ia menggelinjang, muda meronta
darahnya panas, bara menyala
dan 
setiap berjumpa simpang,
lidahnya akan bersilat langkah
tubuh wajah tak dapat dijamah

ia memang suka mematikan defenisi

merubuhkan pagar, identitas diri
sekehendak hati
hingga laman terdedah terbuka
makna lalu-lalang seenaknya

kata, kata


dulu pernah sekali,

: aku ludah, jarinya menyeka wajah
: aku lokap, di dinding ia merayap
: aku gergaji, ia selonjorkan kaki
: aku maki, ia berwudhu’ dan mengaji
: aku pijak, ia sibuk buang-cuci berak
maunya tak dapat tak, hatinya cadas
tapi ia lembut, tak pernah membalas

namun, kala kupisahkan dari allah

mulutnya langsung menyergah,
mata menyingal merah
api menyala, siap siaga di ujung lidah
mencari singgah, menunggu perintah

aku jadi takut, hati dibuat kecut

angkat tangan, menyerah kalah
dan
mengembalikannya kepada allah

MBoro, 2018


ELU-ELUAN


KEDALAMAN nilai sufistik yang berpijak di atas lokalitas Melayu Riau begitu menyergam dalam hampir semua puisi-puisi Norham Abdul Wahab (NhAW) dalam buku ini. Ini membuktikan kedekatan hubungan emosional NhAW sebagai anak jati Melayu Riau dalam rentang waktu yang panjang, tak mungkin dilerai oleh dimensi jarak dan waktu. Upaya  NhAW dalam pencapaian spiritual melalui sufistik terasa seiring sejalan dengan kedalamannya menyelam di palung-palung Melayu terdalam. Dan puisi-puisi NhAW dalam buku ini terasa begitu renyah dan lembut, bagai renyai hujan yang jatuh di hamparan pasir.***


FAKHRUNNAS MA JABBAR

(Penyair, wartawan senior, penulis kitab puisi “Airmata Musim Gugur”, bermastautin di Pekanbaru)


MEMBACA sajak-sajak Norham Abdul Wahab (NhAW), baik yang dimuat di media massa maupun yang ada di dalam kitab puisi Preman Simpang dan Tuah Uzlah ini, sebagai penyair, saya mengiri pada ekspresi bahasa sajaknya yang indah. Bahasa sajaknya merupakan cerminan sudut pandang pribadi NhAW terhadap realitas alam dan kehidupannya yang indah. Keindahan itu muncul, sebab NhAW mempersepsi dan mempoisisikan dirinya sebagai manusia yang berusaha mencontoh junjungannya, Kanjeng Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam: me-manusia-kan manusia, menga-alam-kan alam, meng-Allah-kan Allah. Bahasa dalam sajak-sajak NhAW adalah cerminan dari keindahan hubungan itu. 


Dan yang saya sukai dari NhAW adalah sudut pandang manusiawinya yang indah. Dalam hal menulis apapun, NhAW melihat segala sesuatu tidak hitam-putih. Tulisan-tulisan NhAW penuh kerahmahan. Nah, kerahmahan itulah yang mengaura dalam bahasa sajak-sajaknya. Cerpen-cerpen NhAW juga demikian. Nampaknya, kemelayuan adalah hasil sentuhan kerahmahan Islam yang bertemu dengan kearifan lokal. Dan pernik-pernik dari kemelayuan NhAW menjadikan kerahmahan Islam meruang dan mewaktu, di dalam setiap tema yang digambarkan, baik di dalam sajak maupun di dalam cerpen.***


ABDUL WACHID BS

(Penyair, penulis kitab puisi “NUN”; dosen IAIN Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah;  bermastautin di Yogyakarta)


DAFTAR ISI

ELU-ELUAN 
PERSEMBAHAN 

PENGANTAR PENULIS:

MEMILIH FRASA ”TUAH UZLAH”
TERSEBAB TAKUT PADA ALLAH 

SAJAK PEMBUKA: 

KATA, KATA 

CATATAN PEMBACAAN

OLEH: HASAN ASPAHANI

1. MENCARI TUHAN 

2. ADAKAH, TUHAN?
3. JARAK
4. RUMAH TUAH 
5. LUKISAN BULAN 
6. FITNAH KERIS TUAH 
7. SURAT CINTA TUN TEJA
8. TUAH UZLAH 
9. TUAH TUN FATIMAH 
10. TUAH JAMBAT TARDJI 
11. BACA PUISI DI RUMAH SENDIRI
12. BEREBUT WARISAN 
13. TAK DAPAT AKAR ROTAN PUN JADI 
14. BERJUMPA HASANUDDIN 1 
15. BERJUMPA HASANUDDIN 2 
16. PUNGGUNG YANG BERDARAH 
17. TUHAN DALAM TARI DAN NYANYIAN RUMI 
18. ANAK TANGGA
19. BULAN DI DASAR LAUTAN 
20. CERMIN DI WAJAH 
21. PENCURI YANG TERTANGKAP
22. SEPOTONG, SEPOTONG DI DALAM NAMPAN
23. KEDAI SIMALAKAMA
24. KAIN KAFAN DI PUNDAK
25. CERMIN BENANG WOL 
26. PERAWAN PENCURI TUHAN 
27. SURAT JAMINAN SURGA
28. DITIKAM PENGGILING AYAM JANTAN HITAM
29. SAJAK UNTUK HRS 
30. SAJAK DUASATUDUA 
31. PANGKAL JALAN 
32. MUHASABAH, HISAB 
33. AGAMAMU APA? 
34. ‘ALL SIZE’ 
35. MI’RAJMU DI MANA? 
36. SURAT KELIMA, AYAT KETIGA TERGELATAK DI ATAS MEJA
37. KALA JUMPA AYAH
38. DIJEMPUT BIDADARI
39. ANAK YAMAN 1
40. ANAK YAMAN 2 
41. ANAK YAMAN 3 
42. ANAK YAMAN 4
43. ANTRIAN DI PELABUHAN 
44. EH, RUPANYA MATI 
45. BERLOMBA DENGAN WAKTU 
46. ORANG YANG BERUNTUNG 
47. HATI YANG BERUNTUNG 
48. PENCITRAAN 
49. N.A.P.I  
50. BERLAYAR DI LAUTAN 
51. MENUNGGU HUJAN 
52. MENCIUM BATU HITAM 
53. SILATURAHMI 
54. JAKARTA 1
55. JAKARTA 2 
56. JAKARTA 3
57. KETIKA KE BENGKALIS 
58. KISAH BAKAU DAN LUMPUR 
59. HIDUP DI PESISIR 
60. RUMAH RIAU PESISIR 
61. DINI HARI DI TIRTONADI 
62. PEDAGANG DI ALUN-ALUN KOTA MADIUN
63. BERHENTI DI WARUNG KOPI PINGGIRAN KOTA JOMBANG
64. NAK MENCUCI MENGGANTI GAMIS
65. RUMAH ALLAH 
66. TAK DAPAT MELIHAT 
67. MUKENA MAK 
68. DINDING RETAK BERAK CECAK 
60. SAJAK BUAT ISTRI 
70. BURUNG DALAM KOLAM
71. SEDEKAH 
72. INGIN JUMPA TUHAN


TENTANG PENULIS 


NORHAM ABDUL WAHAB, dulu dikenal juga dengan nama Norham Wahab. Sebuah nama yang tak dapat dipisahkan dari sejarah sastra kontemporer Riau. Ia, setelah menamatkan bangku kuliah di Fakultas Sastra (Sekarang FIB) UGM Yogyakarta pada pertengahan tahun 1990-an lalu, balik kandang ke Pekanbaru, dan langsung menjadi sumbu penyala gairah kesusastraan Riau kala itu. 


Lahir di Bengkalis, Riau pada hari Kamis, 15 September, dari pasangan Haji Abdul Wahab dan Hajjah Siti Hawa, Norham dulu dikenal sebagai penanggungjawab halaman budaya “SAGANG”, yang disegani saat masih menjadi suplemen Harian “Riau Pos”, edisi Ahad. Dari tangan amatannya lahir bejibun cerpenis dan penyair Riau, yang hari ini masih bertapak dengan kokoh. Sebutlah di antaranya Husnizar Hood, Ramon Damora, Syaukani Alkarim, Hang Kafawi, Murparsaulian, dan beberapa nama lainnya.


Beberapa karya cerpen, puisi, juga tulisan kolom dan esainya pernah dimuat di berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik. Karya cerpennya juga terhimpun dalam buku “Anugerah Sagang 2000, Kumpulan Cerita Pendek dan Puisi” (Sagang, 2000)  dan buku “100 Tahun Cerpen Riau” (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Riau, 2014). Buku kumpulan cerpen tunggalnya “Ulat Perempuan Musa Rupat”, diterbitkan Yayasan Sagang intermedia, Pekanbaru (Februari, 2018).


Sedang karya-karya puisinya juga dimuat dalam antologi bersama, di antaranya “The First Drop of Rain” (Antologi Puisi Banjar’s Rainy Day Literary Festival (2017); “Soekarno dan Wong Cilik dalam Puisi” (2017); “Senyuman Lembah Ijen; Antologi Puisi Indonesia” (2018); “199 Penyair dari Negeri Poci 8, Negeri Bahari” (2018); “999 Sehimpun Puisi Penyair Riau” (Yayasan Sagang, 2018); “Jazirah, Jejak Hang Tuah dalam Puisi”, Antologi Festival International Gunung Bintan (Tanjungpinang, 2018); “Menapak Waktu” (Rose Book, 2018), “Jejak Silam” (Aden Jaya, Luwu, 2018), dan beberapa lainnya. Sedang buku kumpulan puisi tunggalnya “Preman Simpang” (TareSI Publisher, Juni, 2018) alhamdulillah terpilih sebagai “Buku Puisi Terpuji Anugerah HPI 2018”. 


Selain menulis cerpen dan puisi, ia juga menulis kisah-kisah hidup-kehidupan Baginda Nabi Muhammad Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam dan Sahabat radhiallahu’anhum, yang terkumpul dalam kitab “Seri kisah Wak: Ketika Nabi Tak Berbagi” (Tareshi Publisher, November, 2018). Dan dulu, Norham juga dikenal sebagai seorang aktor dan sutradara, dalam berbagai pementasan teater.


Menghilang cukup lama, mantan jurnalis senior ini kini aktif di jalan dakwah wa tabligh, sambil menjalankan sejumlah perniagaan. Sekarang ia lebih banyak menghabiskan waktu di sebuah desa kecil tidak jauh dari Gunung Lawu: Desa TeMboro, Kec. Karas, Kab. Magetan, Jawa Timur, bersama istri Yenita binti Buchari dan ketiga anaknya, Luthfiya Nadhifa Hamta, Muhammad Shidqi Rabbani, dan Annisa Zakirah Hamta. Ketika ditanya alasan hijrahnya, ia menjawab, “Kampung TeMboro adalah “Madinah Indonesia”. Sebuah kampung idaman yang indah, nyaman dan barokah untuk beribadah dan berkarya.” ***

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.