Live KAWACA TV
Tonton
wb_sunny

Harmoni - Emi Suy

Harmoni - Emi Suy

Harmoni

(Catatan untuk Ananda Sukarlan tentang Harmoni Musik, Puisi, dan Kehidupan)

Emi Suy



MELALUI sebuah konser spektakuler, gerak tari harmoni musik klasik menyatu dengan jejak-jejak sejarah masa silam. Kekayaan Nusantara yang digaungkan bersanding dengan musik klasik yang apik dimainkan. Begitulah, harmoni tercipta sebagai gabungan dari gubahan musik klasik Ananda Sukarlan yang mengisahkan kekayaan alam nusantara, warisan leluhur, dan budaya bangsa Indonesia yang pantas dipentaskan.

Di luas dunia puisi hadir seperti ruang kecil yang terbuat dari sunyi dalam hiruk pikuk kehidupan yang bising dan gaduh. Demikian pula musik klasik di mana denting piano yang menciptakan ruang di dalam ruang. Sebuah alunan yang menggema di palung batin kita berasal dari seorang komposer.

Musik klasik terbuat dari saripati rasa yang mengendap dari olah rasa, karsa dan karya yang melewati permenungan dan perenungan, sehingga tercipta harmonisasi baru, bukan sekedar musikalisasi yang terdiri dari bunyi-bunyian biasa, namun seperti ada sebuah terowongan atau mungkin jembatan penghubung ke peradaban.

Dari ketulusan hari Ananda Sukarlan, saya mendapati suara-suara yang menggetarkan lubuk di tiap-tiap hentakkan jemari, hingga berdetinglah kekuatan nada-nada dari ketangkasan jari-jemari yang menari melintas di antara tuts-tuts piano. Melodi yang meresap hingga ke dasar palung jiwa menembus batas hati yang begitu luas, memantul ke langit-langit sukma dalam ruang renung, sebab saban hari kita adalah petualang yang datang dari kegelapan rindu yang murung dan segera butuh diterangkan.

Tapi di palung malam denting piano tidak terbuat dari "pisau" belati yang merobek sunyi. Ia adalah suara-suara yang membentangkan melankolia seperti pertanyaan di antara dunia yang fana dan baka. Dari denting piano menyebar aroma kebaikan yang tak butuh rumah, tapi berasal dari hati yang utuh dan jiwa yang penuh ketulusan membagikan bunyi-bunyi dengan irama nyanyian hidup yang membuat hidup lebih berdegup.

Ananda Sukarlan bercerita perihal welas asih, memanusiakan manusia, dan memuliakan kehidupan. Seperti kepergian-kepergian "musim" di kepala, keraguan-keraguan telah dipatahkan, kegamangan tenggelam dalam pertemuan bunyi-bunyi yang selaras dari musik. Kesedihan yang dihadang hujan dan kegelisahan udara lembap kembali dihangatkan oleh alunan musik klasik yang melangutkan jiwa. Gurun gelap kerinduan yang menyergap, kini teraliri mata air, dan kegelisahan telah purna. Orang-orang tersesat, ingin melupakan kegaduhan di kepala, ingin membenamkan segala pada keindahan denting piano.

Puisi tercipta dan dicipta dalam ruang bernama sunyi di tengah bising hiruk-pikuk kehidupan untuk menemukan makna. Penyair Hartojo Andangdjaja menamai proses terciptanya sebagai transformasi “dari sunyi ke bunyi”. Kata “bunyi” kerap menerbitkan asosiasi ke dunia musik. Namun musik, terlebih musik klasik, tentulah bukan sembarang bunyi. Memang asal-usulnya tak pasti. Berselubung misteri. Saya hanya bisa membayangkan seorang komposer melakoni hidup asketis berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Ia terus begitu hingga hidupnya tumbuh dan berkembang melampaui arloji, melampaui dinding. Ia terus dan terus dan begitu terus hingga setiap pori-porinya terasuki bebunyian dari jalinan mahluk-mahluk yang melingkupinya. Ia lantas dengan sigap menangkap dan mengungkapnya dengan menuliskan komposisi.

Kemudian di tangan pianis andal seperti Ananda Sukarlan, ia menafsirkannya tidak saja dengan kepala, melainkan juga dengan dada seluas lautan. Ia duduk di depan piano berkilau, duduk seperti semadi seorang biksu. Aura pun meruang mewaktu menghalau bahkan seembus derau. Terlebih ketika jari-jemari mulai trance menari di atas tuts-tuts piano yang senantiasa dirawat dengan cinta seorang bunda. Rangkaian not pun mengalir merasuki setiap rongga ruang, membawa membubung melampau tubuh, melampaui atap gedung menjulang nan jangkung, menyatukan dengan hutan dari mana kayu berkilau piano menyatukan awan dari mana hujan yang menumbuhkan hutan bermula, menyatukan dengan mahaluas langit dari mana cahaya mahacaya tercurah, menyatukan dengan semesta dan Sang Maha Pencipta dari mana segala datang, dan setelah itu manusia pun lahir kembali.

Lahir sebagai manusia baru yang lebih dari seorang individu belaka. Manusia yang lebih dari mahluk sosial belaka. Manusia yang lebih dari mahluk spritual belaka. Manusia yang lebih dari gabungan semua itu belaka. Manusia yang sadar diri. Manusia yang insyaf akan dan menerima misteri. Manusia yang rendah hati. Manusia yang menerima dan mencintai keberadaan mahluk-mahluk lain. Manusia yang seperti ditulis Rumi, mengulurkan tangan, karena kerinduan primordialnya untuk terus memeluk-Nya.

Manusia demikianlah yang dikatakan Neruda lebih besar dari laut dan pulau, menumbuhkan kebudayaan, mengembangkan peradaban, menjadikan dunia sebagai rumah kita bersama, rumah selalu penuh dengan pesona yang memungkinkan hidup dan kehidupan sepatutnya disyukuri. Manusia demikianlah yang memungkinkan hidup dan kehidupan selaiknya terus dilanjutkan dan terus dicintai serta yang mengimani, seperti diungkap W. H. Auden, di mana kita saling mencintai atau mati.

Demikianlah saya melukiskan secara puitis apa yang saya maksud dengan harmoni dalam tulisan ini. Buat saya, harmoni itu sulit diungkapkan secara definitif yang eksak. Harmoni itu hanya dapat disentuh dengan rasa. Mungkin logika saintifik dapat memberikan definisi kepada harmoni. Namun maknanya akan jauh lebih terasa mendalam melalui sentuhan rasa atau batin.

Begitulah pula yang saya dapatkan dari puisi. Tentu saja yang saya maksud adalah puisi yang berhasil. Puisi yang menjadi. Puisi seperti yang ditulis Phillis Wheatley, yang menginspirsi membuat komposisi.

Harmoni yang tercipta dari musik dan puisi, adalah kolaborasi yang solid antara bunyi dan sunyi. Baik puisi maupun musik, tentu saja termasuk musik klasik, tidaklah sepenuhnya berisi (hanya) bunyi. Bangunan puisi dan musik pun berdiri berkat sunyi. Tak ada puisi tanpa koma. Tak ada musik tanpa jeda, seperti dikata Octavio Paz, jantung puisi adalah ritme. Itulah harmoni, bahkan representasi dari harmoni kehidupan itu sendiri.

 

Januari 2023

 

Tags

GRATIS BERLANGGANAN

Dengan berlangganan, kamu tidak akan ketinggalan postingan terbaru Kawaca setiap harinya.